Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketum ISNU Ali Masykur Musa: Pluralisme Membuat Indonesia Menjadi Bangsa Besar

Kompas.com - 30/03/2022, 10:38 WIB
Farid Assifa

Penulis

KOMPAS.com - Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Ali Masykur Musa menjelaskan, pluralisme adalah suatu keharusan di sebuah negara yang berlandaskan Pancasila.

Oleh karena itu, Ali mengatakan bahwa membangun kehidupan berbangsa dan bernegara dengan landasan kebangsaan yang sangat majemuk (plural) harus menjadi komitmen semua pihak.

"Karena pluralistik, Indonesia menjadi bangsa yang besar," tandas Ali dalam program Ngaji Kebangsaan yang digelar secara virtual, Selasa malam (29/3/2022).

Isu pluralisme menjadi fokus tema dalam program acara Ngaji Kebangsaan dengan pokok pembahasan materi "Syarah Alinea ke-Empat UUD NKRI Tahun 1945", pada Selasa pukul 19.40 WIB.

Baca juga: Ketum ISNU: NU Harus Bisa Damaikan Konflik Arab-Israel

Ali menjelaskan, dalam sejarah Islam, prinsip pluralisme tercatat dalam naskah konstitusi Negara Madinah pada 622 Masehi atau tahun pertama hijriah.

Nabi Muhammad SAW membuat perjanjian dengan berbagai kalangan yang terdiri dari beragam suku, ras, dan agama di Yatsrib, yang dikenal dengan sebutan Piagam Madinah.

Piagam Madinah merupakan upaya Rasulullah SAW dalam menyelesaikan sengketa dengan orang Yahudi pada masa itu.

Dalam Piagam Madinah yang dideklarasikan Nabi Muhammad SAW tersebut, terdapat 47 pasal yang mengatur sistem perpolitikan, keamanan, kebebasan beragama, serta kesetaraan di muka hukum, perdamaian, dan pertahanan.

Seperti catatan sejarah ketika pada pembukaan UUD 1945, sebagian saudara sebangsa kita dari Indonesia bagian wilayah Timur meminta agar pada tujuh kata sesudah kalimat "Ketuhanan Yang Maha Esa" dihapus. Tujuh kata tersebut ialah "Dengan Kewajiban Menjalankan Syariah Islam Bagi Pemeluknya."

Setelah dilakukan konsultasi dengan para tokoh Islam seperti KH Hasyim Asy'ari dan tokoh lainnya, pada akhirnya pun disetujui tujuh kata tersebut dibuang. Mempertahankan tujuh kata dalam Sila Ketuhanan yang Maha Esa.

Ali Masykur pun melanjutkan, diterangkan dalam kitab al-Mufaashal fii Fiqh aad-Da'wah, (Abul Qasim al-Amadi), keadilan adalah konsep yang merengkuh setiap orang atau setiap komunitas, tanpa dipengaruhi perasaan subyektif suka-tidak suka, atau faktor keturunan, atau status sosial, kaya-miskin, kuat-lemah.

"Intinya menakar setiap orang dengan takaran yang sama dan menimbang dengan timbangan yang sama, sebagai manusia, hamba Allah, dan ciptaan-Nya," paparnya.

Dengan kata lain yang menjadi unsur pertama ialah "kesetaraan", sebagaimana dalam Al Qur'an pada Surat Ar-Rum 30: ayat 22 yang artinya: 

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui".

Baca juga: ISNU: Seandainya ISIS Menang, Apakah WNI Itu Juga Minta Pulang?

 

Adapun lima poin pembahasan yang dipaparkan Ali Masykur Musa dalam program Ngaji Kebangsaan pada Selasa, 29 Maret 2022, di antaranya Syarah 1 (Ketuhanan Yang Maha Esa/At-Tauhid), Syarah 2 (Kemanusiaan/al-Insaniyah), (Persatuan/al-wihdah, al-ukhuwwah), Syarah 4 (Kerakyatan/ar-Raiyyah) dan Syarah 5 (Keadilan/al-A'dalah).

Ali Masykur Musa sendiir pernah dinobatkan sebagai "Tokoh Pluralisme" pada Tahun 2013.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com