Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Seseorang Bisa Menderita Fobia atau Rasa Takut Berlebihan

Kompas.com - 13/03/2024, 21:00 WIB
Muhammad Zaenuddin

Penulis

KOMPAS.com - Fobia adalah ketakutan terhadap situasi atau objek tertentu yang tidak proporsional dengan realitas obyektif, dan mengganggu kehidupan seseorang.

Kebanyakan fobia pada dasarnya menunjukkan karakteristik yang sama, dan hanya berbeda pada fokus atau obyek ketakutannya.

Ciri-ciri umumnya antara lain menghindari situasi atau objek yang ditakuti, cemas atau pikiran negatif, peningkatan detak jantung, pelebaran pupil, dan bernapas cepat.

Baca juga: 5 Fobia Paling Aneh di Dunia, Ada Rasa Takut terhadap Toilet


Apa itu fobia?

Fobia adalah salah satu jenis gangguan kecemasan yang menyebabkan seseorang mengalami ketakutan ekstrem dan tidak rasional terhadap suatu situasi, makhluk hidup, tempat, atau objek, menurut laman Medical News Today.

Istilah “fobia” sering digunakan untuk merujuk pada ketakutan terhadap satu pemicu tertentu, yang bisa berbeda-beda pada setiap orang.

Ada tiga jenis fobia yang diakui oleh American Psychiatric Association (APA), yaitu:

  • Fobia spesifik, yakni ketakutan yang intens dan tidak rasional terhadap pemicu tertentu.
  • Fobia sosial (kecemasan sosial), ketakutan mendalam akan penghinaan di depan umum dan dikucilkan atau dihakimi oleh orang lain dalam situasi sosial.
  • Agoraphobia, yakni ketakutan akan situasi yang sulit untuk dihindari jika seseorang mengalami kepanikan yang ekstrem, seperti berada di dalam lift atau berada di luar rumah.

Baca juga: Jangan Sampai Salah, Ini Perbedaan antara Fobia dan Rasa Takut

Mengapa seseorang bisa menderita fobia?

penyebab fobia pada seseorang.iStockphoto/Tero Vesalainen penyebab fobia pada seseorang.

Dilansir dari laman Live Science, teori yang umum mengenai penyebab fobia adalah bahwa fobia ‘dipelajari’ pada periode perkembangan penting, biasanya di awal kehidupan.

Kebanyakan fobia pertama kali muncul di masa kanak-kanak. Ini mungkin berasal dari pengalaman buruk di masa itu.

Meski kebanyakan orang dengan fobia tidak dapat melaporkan pengalaman traumatis tertentu.

Teori psikodinamik, pertama kali direnungkan oleh psikolog Sigmund Freud, menyatakan bahwa banyak perilaku dan ketakutan dapat dikaitkan dengan pengalaman di masa kanak-kanak.

Dalam kasus-kasus yang sangat traumatis, ingatan akan peristiwa-peristiwa awal kehidupan ini dapat ditekan, dan dapat berakhir menjadi fobia di kemudian hari.

Baca juga: Mengenal Globofobia, Rasa Takut Berlebihan terhadap Balon, Berikut Gejalanya

Tidak harus memiliki pengalaman negatif

Namun, beberapa ahli berpendapat lain karena tidak adanya bukti kuat dan persuasif untuk teori tersebut.

Di mana meskipun ingatan yang ditekan mungkin berperan dalam perkembangan penyakit fobia bagi sebagian orang, namun hal ini tidak berlaku bagi sebagian besar orang.

Seseorang tidak harus memiliki pengalaman negatif untuk mengembangkan fobia. Mereka dapat melihat pengalaman buruk orang lain, hingga diberi tahu atau diperlihatkan berulang kali bahwa ada sesuatu yang berbahaya.

Seiring waktu, pembelajaran ini mungkin menyebabkan ketakutan yang secara budaya berpusat pada hewan, objek, atau situasi tertentu.

Baca juga: Awas, Fobia Bisa Menurun pada Anak, Kenali Cara Pencegahannya

Dalam pendapat lain, beberapa psikolog berpendapat bahwa ketakutan dan kekhawatiran tertentu mungkin sebenarnya merupakan bawaan seseorang.

Di mana secara genetik seseorang cenderung takut pada hal-hal tertentu dan pengalaman belajar yang negatif tidak diperlukan untuk mendapatkannya.

Fobia dan perasaan cemas bahkan bisa diturunkan dalam keluarga. Penelitian pada 2017 menemukan bahwa gangguan kecemasan umum sekitar 30 persen diturunkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com