Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keanggotaan Indonesia Diterima OECD, Jadi Tanda Menuju Negara Maju?

Kompas.com - 22/02/2024, 19:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rencana Indonesia untuk menjadi anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) telah mendapat persetujuan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia saat ini telah membuka diskusi aksesi OECD sebagai proses bergabung dengan organisasi tersebut.

Perkembangan rencana aksesi itu pun telah disampaikan Airlangga kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (21/2/2024).

"Saya ingin sampaikan, tadi saya lapor ke Bapak Presiden bahwa tadi malam keanggotaan Indonesia di OECD sudah diterima," kata Airlangga, dikutip dari Kompas.com, Kamis (22/2/2024).

OECD atau Organization for Economic Cooperation and Development adalah organisasi untuk berbagi masalah sosial-ekonomi serta berkolaborasi guna mencari solusi.

Didirikan pada 1961, klub negara maju berpenghasilan tinggi ini memiliki tujuan meningkatkan perdagangan dunia dan kemajuan ekonomi, salah satunya dengan prinsip ekonomi pasar bebas.

Indonesia tercatat menjadi satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang akan masuk menjadi anggota OECD, serta negara Asia ketiga di organisasi tersebut.

Lantas, mungkinkah langkah ini pertanda Indonesia menuju negara maju?

Baca juga: Gaji Pekerja Indonesia Minimal Rp 10 Juta Per Bulan untuk Jadi Negara Maju, Pakar: Diperkirakan Tercapai pada 2092


Sejalan upaya lepas dari negara pendapatan menengah

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, langkah Indonesia bergabung sebagai anggota OECD sejalan dengan upaya melepaskan jebakan "negara berpendapatan menengah".

Namun, menurutnya, terdapat banyak hal yang harus disiapkan Indonesia sebelum resmi melangkah sebagai anggota.

"Bergabung dengan OECD banyak aturan yang harus disinkronisasi dengan standar OECD," ujar Bhima, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/2/2024).

Pakar ekonomi ini mengatakan, banyak undang-undang dan peraturan daerah yang perlu diliberalisasi, terutama terkait perizinan, persaingan usaha, dan perdagangan.

"Brasil saja harus harmonisasi lebih dari 200 aturan ketika berminat gabung dengan OECD," ucap Bhima.

Kondisi tersebut sebenarnya dikhawatirkan akan menjadi blunder lantaran Undang-Undang Cipta Kerja yang saat ini berlaku pun sudah cukup liberal.

"Ditambah bergabung OECD makin terbuka perdagangan Indonesia dan memperkecil perlindungan terhadap UMKM," tuturnya.

Baca juga: Pengertian Negara Maju dan Negara Berkembang, Apa Bedanya?

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com