Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Hujan Kerap Turun Saat Imlek? Ini Penjelasan BMKG

Kompas.com - 09/02/2024, 07:00 WIB
Laksmi Pradipta Amaranggana,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri Nomor 4 Tahun 2023, Tahun Baru Imlek 2575 Kongzili jatuh pada Sabtu (10/1/2024).

Ada berbagai hal yang identik dengan perayaan Imlek. Selain barongsai dan kue keranjang, Imlek identik dengan turunnya hujan.

Masyarakat Tionghoa di Indonesia percaya bahwa turunnya hujan akan membawa berkah atau rezeki.

Ternyata, ada penjelasan ilmiah di balik fenomena hujan yang kerap turun pada perayaan Imlek.

Baca juga: 12 Tradisi Imlek Beserta Maknanya, dari Menggantung Lampion dan Memasang Karakter Fu


Penjelasan BMKG

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, penghitungan hari dalam Imlek merupakan gabungan berdasarkan fase bulan mengelilingi bumi dengan bumi mengelilingi matahari (lunisolar).

Oleh karena itu, hari dalam tahun Imlek tidak sama dengan kalender Masehi ataupun Hijriah.

Menurutnya, perayaan Imlek yang jatuh pada Januari-Februari, bersamaan dengan periode puncak musim hujan.

Dampaknya, potensi turunnya hujan ketika Imlek semakin tinggi.

“Di bulan Januari-Februari 2024 ada berbagai wilayah indonesia yang berpotensi turun hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, termasuk ketika perayaan Imlek,” ungkap Guswanto saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/2/2024).

Ia menjelaskan, ada tiga faktor yang menyebabkan Imlek 2024 diprediksi akan turun hujan, yakni aktivitas Monsun Asia, masih aktifnya gelombang ekuator Rossby dan Kelvin, serta terbentuknya pola belokan dan pertemuan angin.

Baca juga: Imlek 2024: Jadwal, Shio, dan Ucapan Selamat Imlek Bahasa Inggris

Aktivitas Monsun Asia yang berpotensi membentuk awan hujan diprediksi akan terjadi di beberapa wilayah, seperti Indonesia bagian tengah dan selatan.

Sementara itu, gelombang ekuator Rossby dan Kelvin hingga Kamis (8/2/2024), terdeteksi masih aktif di sekitar wilayah Indonesia bagian tengah dan timur.

Sebagai informasi, serupa seperti Monsun Asia, gelombang ekuator Rossby dan Kelvin dapat memicu pembentukan awan hujan.

Tak hanya itu, Guswanto menjelaskan bahwa ada fenomena terbentuknya pola belokan dan pertemuan angin yang memanjang di Indonesia bagian tengah dan selatan.

Peristiwa terbentuknya pola belokan dan pertemuan angin ini merupakan dampak dari penguatan angin Monsun Asia di beberapa wilayah Indonesia.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com