Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuaca Ekstrem Diprediksi hingga Februari 2024, BMKG Ungkap Penyebabnya

Kompas.com - 15/01/2024, 14:30 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan, cuaca ekstrem diprediksi berlangsung hingga Februari 2024.

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap potensi cuaca ekstrem berupa hujan sedang hingga lebat yang disertai dengan kilat dan angin kencang.

"Potensi hujan lebat hingga sangat lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi masih memiliki peluang yang tinggi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia," kata Dwikorita dikutip dari laman BMKG, Jumat (12/1/2024).

Baca juga: Banjir Bandung, BMKG Minta Warga Siaga karena Baru Awal Musim Hujan

Sementara untuk warga yang tinggal di daerah dataran tinggi, BMKG meminta untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak yang ditimbulkan.

Sejumlah potensi bencana di dataran tinggi di antaranya banjir bandang, tanah longsor, jalan licin, pohon tumbang, dan berkurangnya jarak pandang.

"Sebaiknya, secara berkala atau sebelum beraktivitas, masyarakat memantau informasi cuaca yang dikeluarkan resmi oleh BMKG. Dengan begitu dapat lebih antisipatif jika sewaktu-waktu terjadi cuaca ekstrem," kata dia.

Lantas, apa penyebab cuaca ekstrem tersebut?

Baca juga: Beda Prediksi BRIN dan BMKG soal Akhir Musim Hujan 2024

Penyebab cuaca ekstrem hingga Februari 2024

Kepala Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (3/10/2023).KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Kepala Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Dwikorita menjelaskan, setidaknya terdapat tiga penyebab terjadinya cuaca ekstrem yang akan melanda Indonesia hingga Februari 2024.

Pertama, ada Monsun Asia yang menunjukkan aktivitas cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir.

Kondisi itu berpotensi disertai dengan fenomena seruakan dingin yang dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.

Kemudian penyebab kedua, dikarenakan adanya daerah tekanan rendah yang terpantau di sekitar Laut Timor dan Teluk Carpentaria, serta di Samudra Hindia sebelah barat Sumatera.

Hal itu kemudain bisa memicu terbentuknya pola pumpunan serta perlambatan kecepatan angin di wilayah Indonesia bagian barat dan selatan ekuator.

Selain itu, daerah tekanan rendah tersebut juga bisa meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan dan angin kencang di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi bagian selatan, serta berdampak pada peningkatan gelombang tinggi di perairan sekitarnya.

Kemudian penyebab ketiga, kata Dwikorita, yakni adanya aktivitas gelombang atmosfer masih menunjukkan kondisi yang signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan awan hujan dan potensi cuaca ekstrem dalam sepekan kedepan.

Pertumbuhan awan hujan dan potensi cuaca ekstrem itu adalah fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) yang terbentuk bersamaan dengan aktifnya gelombang Rossby Ekuatorial.

Kondisi tersebut kemudian dapat meningkatkan aktivitas konvektif serta pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah Indonesia.

Baca juga: BMKG Ungkap El Nino Kurangi Intensitas Hujan 2024, Kapan Berakhir?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com