Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Potensi Defisit Keuangan 2024, Akankah Iuran BPJS Kesehatan Naik?

Kompas.com - 14/01/2024, 13:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Abdul Kadir mengungkapkan, BPJS Kesehatan dibayangi tantangan potensi defisit keuangan pada 2024.

Hal tersebut, menurutnya, mengingat ada tambahan sekitar Rp 40 triliun dari klaim atau beban yang dibayarkan pada tahun lalu.

"Dan sudah diprediksi pada 2024 ini kita akan mengalami defisit tahun berjalan sekitar Rp 18,9 triliun. Artinya apa? Aset neto BPJS Kesehatan akan tergerus dan pada saatnya nanti akan terjadi defisit dan kita akan gagal bayar," jelas Kadir, dikutip dari Kontan, Sabtu (13/1/2024).

Kadir melanjutkan, defisit tahun berjalan datang dari kewajiban BPJS Kesehatan dalam membayarkan klaim ke fasilitas kesehatan (faskes) yang lebih besar dibandingkan penerimaan.

Belum lagi, dari 267 juta peserta atau 95,75 persen cakupan kepesertaan, masih ada sekitar 53 juta peserta yang tidak aktif.

Kendati demikian, menurut Kadir, selisih tersebut saat ini masih dapat ditutup dengan aset neto.

"Ini perlu dipikirkan kepada stakeholder. Alternatif mungkin dengan kenaikan iuran atau bisa dengan cost sharing atau COB dengan asuransi swasta, sehingga tindakan tidak semua di-cover BPJS Kesehatan," ujarnya.

Lantas, mungkinkah iuran BPJS Kesehatan 2024 akan naik?

Baca juga: Batas Usia Anak Bisa Ikut BPJS Kesehatan Orangtua dan Cara Pisah Keanggotaannya


Penjelasan BPJS Kesehatan: Iuran 2024 masih belum naik

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien menjelaskan, iuran BPJS Kesehatan masih merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

"Iya, sampai saat ini, belum ada rencana perubahan iuran di tahun 2024," ujarnya, saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (14/1/2024).

Muttaqien membenarkan, dana jaminan sosial (DJS) memang mengalami penurunan aset neto dari 5,9 kali bulan pada Desember 2022 menjadi 4,36 kali bulan pembayaran ke depan pada Desember 2023.

"Tetapi dalam perhitungan aktuaria yang dilakukan DJSN bersama kementerian dan lembaga terkait, sampai dengan akhir 2024 secara teknokratis belum diperlukan penyesuaian iuran JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)," tuturnya.

Kendati demikian, menurut Muttaqien, diperlukan persiapan dan mitigasi risiko sejak dini sebagai persiapan pada 2025 atau awal 2026.

Selain penyesuaian iuran, beberapa kebijakan dapat menjadi opsi, seperti penyesuaian manfaat serta bantuan dari pemerintah.

Secara operasional, dia melanjutkan, beberapa hal yang saat ini perlu dilakukan secara serius oleh BPJS Kesehatan adalah melakukan strategi akuisisi peserta baru bagi masyarakat yang belum pernah terdaftar sebagai peserta JKN.

Serta, menjaga keaktifan kepesertaan yang telah terdaftar dan secara serius melakukan kegiatan reaktivasi peserta nonaktif yang mencapai 53 juta orang.

"Dari sisi pelayanan, meningkatkan mutu pelayanan harus semakin dijaga agar kepuasaan peserta semakin baik, sehingga JKN bisa menjadi pilihan utama dan terbaik di masyarakat," kata Muttaqien.

Tak hanya itu, penting pula untuk membangun sistem pencegahan fraud atau kecurangan yang lebih baik sekaligus penegakan hukum bagi pelaku fraud di ekosistem JKN.

"Hal lain adalah membangun sistem pengelolaan investasi yang lebih baik," ungkapnya.

Baca juga: Kelas BPJS Kesehatan Bisa Turun jika 3 Bulan Tak Bayar Iuran, Benarkah?

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com