Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rehabilitasi Citra Togog

Kompas.com - 11/01/2024, 19:30 WIB
Jaya Suprana,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

DI DALAM Wayang Purwa bermunculan para tokoh yang sama sekali tidak tampil di Mahabharata dan Ramayana. Dua di antara para tokoh khas Wayang Purwa adalah Semar dan Togog.

Alkisah, menurut versi Wayang Purwa yang tidak ada di Mahabharata dan Ramayana, Sanghyang Wenang menyelenggarakan sayembara internal untuk memilih pewaris tahta singasana Suralaya dari ketiga anaknya yang lahir dari sebutir telur.

Lapisan-lapisan telur terdiri dari kulit telur diberi nama Batara Antaga, putih telur diberi nama Batara Ismaya dan kuning telur diberi nama Batara Manikmaya. (Sebenarnya ada pula versi anak Sanghyang Wenang adalah empat namun sengaja saya hindari demi fokus pada tiga anak saja).

Sayembara diadakan dengan syarat barang siapa dari ketiga anaknya dapat menelan bulat-bulat dan memuntahkan kembali Gunung Mahameru, maka dialah yang akan menjadi penguasa Swargaloka.

Pada giliran pertama Batara Antaga mencoba melakukannya, tetapi malah mulutnya membesar menjadi seperti paruh burung akibat memaksakan dirinya untuk menelan, padahal mulutnya tidak muat.

Giliran kedua adalah Batara Ismaya. Ternyata Gunung Mahameru dapat ditelan bulat-bulat, tetapi tidak dapat dikeluarkan lagi, maka perut Batara Ismaya menggelembung buncit.

Karena sarana sayembara sudah musnah ditelan Batara Ismaya, maka yang berhak memenangkan sayembara dan dinobatkan menjadi penguasa Swargaloka adalah Sang Hyang Manikmaya alias Batara Guru.

Sementara Batara Antaga yang sudah beralih-rupa menjadi Togog dan Batara Ismaya yang sudah menjadi Semar diutus turun ke marcapada untuk menjadi penasihat, pamong serta pembisik makna sejati kehidupan dan kebajikan pada manusia.

Semar dipilih sebagai pamong untuk para kesatria berwatak baik (Pandawa) dan Togog sebagai pamong untuk para kesatria dengan watak buruk (Kurawa).

Alhasil Togog distigmasisasi buruk akibat dianggap berteman dengan manusia yang distigmasisasi buruk. Togog ikut terseret distigmasisasi sebagai tokoh buruk.

Stigmasisasi menular seperti itu memang tidak adil, namun melazim di masyarakat demokratis yang bebas untuk berpendapat.

Tugas Togog sebenarnya jauh lebih berat ketimbang tugas Semar. Mendampingi tokoh buruk justru lebih sulit dan lebih penuh risiko ketimbang mendampingi tokoh baik.

Sementara bukan berarti citra Togog serta merta hukumnya wajib menjadi buruk akibat mendampingi tokoh buruk.

Mengubah tokoh buruk menjadi baik justru jauh lebih sulit ketimbang mengubah tokoh baik menjadi tetap baik.

Togog justru membutuhkan energi budi-pekerti serta daya tahan mental jauh lebih besar ketimbang Semar dalam memengaruhi tokoh antagonis menjadi protagonis.

Saya menghormati Semar sebagai suri teladan keadiluhuran budi pekerti, namun saya juga menghormati Togog sebagai tokoh suri teladan perjuangan jatuh-bangun sampai babak-belur distigmasisasi sebagai tokoh jahat justru dalam perjuangan berikhtiar mengubah tokoh buruk menjadi tokoh baik.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Sempat Diteriaki Warga tapi Tak Menggubris, Kakek Berusia 61 Tahun Tertabrak KA di Sragen

Sempat Diteriaki Warga tapi Tak Menggubris, Kakek Berusia 61 Tahun Tertabrak KA di Sragen

Tren
Perpanjang Pajak STNK Harus Bawa KTP Asli Pemilik Kendaraan, Bagaimana jika Sudah Meninggal?

Perpanjang Pajak STNK Harus Bawa KTP Asli Pemilik Kendaraan, Bagaimana jika Sudah Meninggal?

Tren
Air Kelapa Muda Vs Air Kelapa Tua Sehat Mana? Ini Beda dan Manfaatnya

Air Kelapa Muda Vs Air Kelapa Tua Sehat Mana? Ini Beda dan Manfaatnya

Tren
Tari Rangkuk Alu Jadi Google Doodle Hari Ini, Apa Alasannya?

Tari Rangkuk Alu Jadi Google Doodle Hari Ini, Apa Alasannya?

Tren
3 Artefak Langka Majapahit Ditemukan di AS, Nilainya Rp 6,5 Miliar

3 Artefak Langka Majapahit Ditemukan di AS, Nilainya Rp 6,5 Miliar

Tren
Penjelasan Kemenpora dan MNC Group soal Aturan Nobar Indonesia Vs Uzbekistan

Penjelasan Kemenpora dan MNC Group soal Aturan Nobar Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Ilmuwan Temukan Salah Satu Bintang Tertua di Alam Semesta, Terletak di Galaksi Tetangga

Ilmuwan Temukan Salah Satu Bintang Tertua di Alam Semesta, Terletak di Galaksi Tetangga

Tren
Korsel Akan Beri Insentif Rp 1 Miliar untuk Bayi yang Baru Lahir, Apa Alasannya?

Korsel Akan Beri Insentif Rp 1 Miliar untuk Bayi yang Baru Lahir, Apa Alasannya?

Tren
5 Air Rebusan untuk Atasi Jerawat, Salah Satunya Jahe dan Kunyit

5 Air Rebusan untuk Atasi Jerawat, Salah Satunya Jahe dan Kunyit

Tren
[POPULER TREN] Dampak La Nina bagi Indonesia | Beberapa Makanan Mengandung MIkroplastik

[POPULER TREN] Dampak La Nina bagi Indonesia | Beberapa Makanan Mengandung MIkroplastik

Tren
Benarkah Parkir Liar Bisa Dipidana 9 Tahun? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Benarkah Parkir Liar Bisa Dipidana 9 Tahun? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Tren
10 Makanan Kolesterol Tinggi yang Sebaiknya Dihindari

10 Makanan Kolesterol Tinggi yang Sebaiknya Dihindari

Tren
Vaksin Kanker Serviks Gratis Disebut Hanya untuk Perempuan Maksimal Usia 26 Tahun, Ini Kata Kemenkes

Vaksin Kanker Serviks Gratis Disebut Hanya untuk Perempuan Maksimal Usia 26 Tahun, Ini Kata Kemenkes

Tren
Abbosbek Fayzullaev, Pemain Uzbekistan yang Nilainya Rp 86,91 miliar

Abbosbek Fayzullaev, Pemain Uzbekistan yang Nilainya Rp 86,91 miliar

Tren
Ganti Oli Motor Pakai Minyak Goreng Diklaim Buat Tarikan Lebih Enteng, Ini Kata Pakar

Ganti Oli Motor Pakai Minyak Goreng Diklaim Buat Tarikan Lebih Enteng, Ini Kata Pakar

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com