Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada di "Gadis Kretek", Ini Makna Meniup Asap Rokok ke Pengantin Wanita

Kompas.com - 07/11/2023, 15:30 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Serial Gadis Kretek baru saja selesai tayang di Netflix dan menjadi perbincangan masyarakat, terutama di media sosial. 

Serial yang diadaptasi dari novel karya Ratih Kumala ini dibintangi oleh sejumlah artis terkenal, seperti Dian Sastrowardoyo dan Arya Saloka.

Salah satu adegan dalam serial itu adalah seorang wanita meniupkan asap rokok ke wajah Jeng Yah (Dian Sastro) yang sudah berpakaian pengantin.

Adegan itu menjadi pembuka pada episode kedua, ketika Jeng Yah bermimpi akan melangsungkan pernikahan dengan pria yang tidak diinginkannya.

Lantas, apa makna di balik ritual itu?

Baca juga: Ratih Kumala Ungkap Inspirasi Gadis Kretek dari Bisnis Keluarganya 

Tradisi sembogo, diyakini bikin wajah pengantin glowing

Dikutip dari Tribunnews, Guru Besar Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Bani Sudardi menjelaskan, ritual tersebut merupakan bagian dari tradisi kebudayaan masyarakat Jawa dalam prosesi rangkaian pernikahan, bernama 'Sembogo'.

Kata Sembogo atau sembaga atau dalam istilah lain suwasah sendiri diambil dari warna kulit ideal orang Jawa yakni kuning keemasan.

"Jadi itu, kulit yang bagus, menurut tradisi Jawa ini berwarna campuran emas dan tembaga. Kalau orang sekarang nyebutnya kinclong atau glowing," kata Bani. 

Bani melanjutkan, tradisi Sembogo dalam kebudayaan Jawa termasuk dalam kegiatan ritual.

Tidak diketahui secara pasti sejak kapan tradisi tersebut sudah dilakukan oleh masyarakat Jawa. Namun berdasarkan literatur yang ada, tradisi Sembogo telah ditemukan berabad-abad lalu.

"Secara pasti tidak diketahui. Tetapi yang jelas, budaya merias pengantin dan mempercantik diri dapat dilihat di relief candi-candi di pulau Jawa," ucap Bani.

Pada zaman dahulu tradisi Sembogo dilakukan oleh ahli rohani yang dipercaya oleh lingkungan masyarakat di satu tempat.

Bani membeberkan tradisi Sembogo merupakan proses yang menggabungkan dua unsur pekerjaan objektif sebagai pekerjaan intinya, sedangkan satu unsur lainya berupa ritual.

"Dalam hal ini rias pengantin yang tradisional, juga punya doa-doa khusus ritual, seperti yang ada di Instagram itu"

"Tapi itu intinya itu adalah doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pekerjaan yang dilakukan ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya," terangnya.

Tradisi Sembogo dan Tejo

Tradisi Sembogo dilakukan untuk memecah 'tejo', sehingga aura kecantikan calon pengantin bisa dipancarkan. Bagi orang Jawa 'tejo' adalah puncak dari kecantikan dan keindahan seseorang.

"Dengan adanya ritual seperti itu, dimaksudkan supaya Tejo itu pecah dan melingkupi, pengantin itu. Jadi wajahnya akan terlihat beda sekali dari biasanya, maksudnya seperti itu, seperti kedatangan bidadari," kata Bani.

Sebagaimana ritual-ritual adat Jawa lainnya, tradisi Sembogo juga memiliki filosofi yang mendalam.

Tradisi ini memiliki pembelajaran jika dalam membangun sebuah rumah tangga harus berlandaskan keindahan, baik secara fisik maupun non fisik.

"Rumah tangga ideal dan akan menghasilkan keturunan yang baik-baik, itu maknanya," ujar Bani.

Bani menegaskan Sembogo hanyalah tradisi yang dirutunkan dari generasi ke generasi.

Di era modern seperti saat ini tradisi tersebut hampir punah.

"Ya sekarang cantik karena makeup itu sebenarnya. Juru rias sekarang tidak menggunakan itu (tradisi Sembogo, red), sudah ditinggalkan pada umumnya," tandasnya.

Kenapa menggunakan asap rokok?

Bani mengatakan masyarakat Jawa pada umumnya ketika menggelar sebuah ritual tidak lepas dari unsur-unsur yang menggunakan api.

"Seperti kemenyan, membakar rempah-rempah yang menimbulkan bau yang wangi. Simbolisnya seperti itu," katanya.

Menurut Bani, rokok memang tidak ada dalam budaya masyarakat Jawa. Tapi ketika zaman dulu, pelaksanaan ritual tradisi Sembogo menggunakan kinang

"Sebenarnya di sembur dengan rempah-rempah lalu disemprot untuk memecah tejo tadi," lanjut Bani.

Bani menjelasakan ritual sebagai bagian budaya tidak hanya dimiliki oleh masyarakat Jawa, namun juga terdapat di berbagai daerah di Indonesia.

Sebagai makluk ciptaan Tuhan manusia terdiri dari deminsi lahir dan batin.

Dimensi batinlah yang akan memunculkan sebuah kepercayaan di dalam hati kepada hal yang berada di luar dimensi lahir.

Bani mencotohkan seperti orang Jawa yang percaya dengan Dewi Sri sebagai simbol kesuburan.

Hal tersebut tidak lepas profesi mereka pada zaman dahulu sebagai petani.

"Di wilayah lain akan berbeda pula bentuk kepercayaannya. Saya sebut ini sebagai panggilan spiritual manusia. Dan ada pengaruh dengan kepercayaan nenek moyang animisme dan dinamisme," tandasnya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com