DEEPFAKE adalah bentuk pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) untuk membuat foto, audio, atau video yang produknya memanipulasi kemiripan individu aslinya.
Meskipun memiliki fungsi lain, deepfake kerap disalahgunakan dalam modus kejahatan siber, yang tidak hanya merugikan, tetapi juga menciptakan disinformasi dalam masyarakat.
Dikutip dari Yahoo!Finance, konten deepfake di internet tumbuh dengan kecepatan 400 persen dari tahun ke tahun. Sementara Edsmart, memprediksi pada 2023, sekitar 500.000 video dan suara deepfake akan dibagikan di media sosial di seluruh dunia.
Materi kuliah saya untuk para mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran ini, saya bagikan juga kepada pembaca Kompas.com untuk manfaat lebih luas.
Modus kejahatan siber berbasis AI ini, memiliki dampak sangat signifikan. Karena sesuai karakter cross border, platform digital bisa terkoneksi dengan individu secara global.
Dukungan telepon cerdas juga memungkinkan jangkauan ke ranah paling privat tanpa mengenal ruang dan waktu.
Jika dibiarkan, maka fenomena ini selain dapat menimbulkan kerugian dan ketersesatan informasi, juga dapat melahirkan krisis kepercayaan terhadap teknologi, termasuk terhadap AI itu sendiri.
Apalagi fenomena tertinggalnya regulasi oleh teknologi menjadi realitas umum di berbagai negara saat ini.
Secara sederhana, deepfake dideskripsikan sebagai model pemanfaatan AI dengan menggunakan dua algoritma AI kontrakdiktif, yakni generator dan diskriminator.
Saya menyebut jenis kejahatan ini sebagai AI-Crime, kejahatan siber dengan menggunakan AI sebagai "instrumentum criminis res".
Profesor Meredith Somers dalam artikelnya berjudul Deepfakes, explained, MIT Sloan School of Management (2020), mengatakan bahwa deepfake mengacu pada jenis media sintetis tertentu di mana seseorang dalam gambar atau video ditukar dengan kemiripan orang lain.
Istilah deepfake pertama kali diciptakan pada akhir 2017. Pelaku Deepfake pernah memanipulasi tokoh Mark Zuckerberg dari Facebook.
Dalam video yang sudah diedit, pelaku melakukan deepfake dengan konten menggembar-gemborkan betapa hebatnya memiliki miliaran data orang lain.
Somers mengutip pendapat Henry Ajder, Head of Threat Intelligence at Deepfake Detection Company, Deeptrace, yang menyatakan bahwa deepfake banyak dikonotasikan negatif.
Namun ada sejumlah kegunaan deepfake yang berpotensi memberi manfaat bagi bisnis. Khususnya aplikasi dalam pemasaran dan iklan yang sudah digunakan oleh merek-merek terkenal.