Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Menghayati Keyakinan Richard Dawkins

Kompas.com - 09/10/2023, 17:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SULIT menyangkal fakta bahwa Guru Besar Universitas Oxford, Richard Dawkins memang layak dianggap sebagai tokoh garda terdepan Gerakan Ateis Baru dengan buku nonfiksi berjudul “The God Delusion”.

Di dalam buku kaliber best sellers yang telah terjual lebih dari dua juta eksemplar dalam berbagai bahasa itu, Dawkins mengungkap keyakinannya bahwa Sang Pencipta itu tidak ada di samping menegaskan kepercayaan bahwa Tuhan itu ada merupakan suatu bentuk delusi alias ilusi yang salah.

Beberapa bab awal buku fundamentalis ateis tersebut memaparkan kasus bahwa dapat dipastikan bahwa Tuhan tidak ada, sedangkan sisanya membahas agama dan moralitas.

Sebagai evolusionis-biolog harga mati, Dawkins meyakini beberapa pesan mencerahkan kesadaran, yaitu kaum ateis bisa bahagia, seimbang, bermoral, dan secara intelektual terpenuhi.

Seleksi alam dan teori-teori ilmiah yang serupa jauh lebih unggul ketimbang "hipotesis Tuhan" sebagai sekadar ilusi sesat dalam menjelaskan kehidupan dan alam semesta.

Anak-anak seharusnya tidak diberi label oleh agama orangtua mereka. Istilah seperti "anak Nasrani" atau "anak Muslim" semestinya membuat orang merasa ngeri.

Ateis haruslah merasa bangga, bukan merasa bersalah, karena ateisme adalah bukti dari pemikiran yang independen dan waras.

Sebagai insan awam sains maupun agama yang kebetulan percaya bahwa Tuhan ada, saya tidak berani melibatkan diri ke dalam kemelut perdebatan tingkat tinggi antara kaum teis dengan kaum ateis.

Namun sebagai pendiri Pusat Studi Kelirumologi serta Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan, saya merasa yakin bahwa pada hakikatnya Richard Dawkins berhak memiliki keyakinan bahwa dirinya tidak percaya bahwa Tuhan itu ada.

Richard Dawkins juga berhak merasa bangga karena ateisme merupakan keyakinan berdasar pikiran yang independen dan waras.

Memang fakta membuktikan bahwa saya bersahabat dengan teman-teman yang kebetulan ateis maka tidak percaya bahwa Tuhan ada. Mereka orang-orang baik dan cerdas yang tidak kalah baik dan cerdas dari teman-teman saya yang percaya bahwa Tuhan ada.

Namun di sisi lain fakta juga membuktikan bahwa para insan manusia beragama seperti Ibu Teresa, Master Cheng Yen, Mpu Jaya Prema, Albert Schweitzer, Gus Dur, Cak Nur, Mas Nurwahid, Sandyawan Sumardi, Dillon, Kobalen dan lain-lain juga merupakan para tokoh berbudi pekerti luhur.

Meski kebetulan saya percaya Tuhan ada, namun saya sama sekali tidak berhak memaksa sesama manusia yang kebetulan tidak percaya Tuhan ada untuk percaya Tuhan ada.

Sebaliknya juga jangan ada sesama manusia yang kebetulan ateis memaksa saya untuk menjadi ateis.

Alangkah indahnya hidup ini apabila kita semua bukan saling menyurigai, menghina, menghujat, membenci dan menyengsarakan, namun justru saling mengerti, menghormati, menghargai dan menyejahterakan sesuai kearifan agamamu agamamu, agamaku agamaku yang inti makna keluhurannya lanjut mengurai menjadi percayamu percayamu, percayaku percayaku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com