Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Said Abdullah
Ketua Badan Anggaran DPR-RI

Ketua Badan Anggaran DPR-RI. Politisi Partai Demoraksi Indonesia Perjuangan.

Pilpres dan Perlunya Jaga Persatuan serta Keutuhan Bangsa

Kompas.com - 09/10/2023, 11:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENJELANG pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), masyarakat Indonesia, terutama kalangan elite politik perlu terus menebar suasana sejuk dan kondusif. Berbagai komentar yang dapat memicu ketegangan, kecurigaan, konfrontasi sosial semaksimal mungkin dihindari.

Menjelang pasangan capres dan cawapres didaftarkan, peluang pilihan rakyat akan lebih mengerucut dan melahirkan tindakan-tindakan politik baru. Individu yang tadinya belum menentukan pilihan atau yang sudah menentukan pilihan bisa jadi berubah pilihan politiknya.

Keadaan ini tentu akan meningkatkan tensi politik nasional. Meningkatnya tensi politik nasional menjelang pemilu adalah keadaan yang wajar dalam demokrasi. Namun keluar dari kewajaran jika mengarah pada aksi kekerasan dan persinggungan suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).

Baca juga: Hasto Sebut Bakal Cawapres Ganjar Tak Jauh dari Nama yang Beredar, tapi Ingatkan soal Pilpres 2019

Untuk itu, elite politik harus bisa menahan diri, para kaum cerdik pandai perlu terus mendorong ruang publik dalam arena pertarungan ide dan gagasan. Dengan demikian, pengaruhnya ke masyarakat yang berbeda dukungan tidak akan menimbulkan polarisasi sosial sangat tajam. Perbedaan dukungan pada pasangan capres dan cawapres diharapkan sebatas hanya perbedaan pilihan di tempat pemungutan suara (TPS). Pilpres harus kita letakkan sebagai momentum memilih putra terbaik untuk memimpin negeri.

Kesepakatan kita menempuh jalan demokrasi sebagai alat menentukan pemimpin dan wakil di parlemen bukanlah tanpa dasar. Demokrasi menjadi jalan paling partisipatif dalam pelibatan rakyat menentukan pemimpin, dan wakilnya. Demokrasi menggantikan kekerasan jalanan menjadi kontestasi akal sehat, dan adu ketajaman visi masa depan. Itulah sebabnya, dengan berdemokrasi yang baik kita bisa menunjukkan diri sebagai bangsa yang berkelas, bangsa yang berperadaban tinggi.

Sebaliknya, kegagalan kita berdemokrasi atau menggunakan demokrasi dengan penuh muslihat justru merendahkan diri kita, kita bisa gagal menuju bangsa bermartabat. Bila demokrasi kita gagal, ada harga yang harus kita bayar, antara lain gagal memilih calon pemimpin yang berkualitas, munculnya segregasi sosial yang tajam, bahkan aksi-aksi kekerasan yang memakan korban.

Mencermati peta dan rute yang diajukan para calon pemimpin

Tujuan kita memilih pemimpin bukan tujuan final. Tujuan kita memilih pemimpin agar mengantarkan kita dalam menahkodai kapal kebangsaan ini menempuh tujuan kita dalam bernegara, yakni mendapatkan keadilan dan kemakmuran, menjadi bangsa yang berperadaban tinggi, dan berperan penting bagi tata dunia yang lebih baik.

Karena itu, para capres dan cawapres dituntut untuk menggelar peta, menunjukkan rute dan kompas pembangunannya selama lima tahun ke depan. Tugas kita sebagai rakyat mencermati dengan seksama peta dan rute yang ditunjukkan para calon pemimpin tersebut.

Baca juga: Relawan Setia Prabowo Ucapkan Ikrar Siap Menangkan Pilpres 2024

Rakyat perlu menyibukkan dirinya dalam mencermati peta dan rute yang ditunjukkan para calon pemimpin. Rakyat harus melatih penalaran, siapa diantara mereka yang peta dan rutenya akurat, realistis, dan dapat dipercaya. Bila perlu rakyat harus istikharah, membuka pintu langit, agar mata batin dan penalarannya dibeningkan, dengan tujuan bisa memilih pemimpin yang tepat. Sebab dengan memilih pemimpin yang tepat, ibaratnya sudah setengah jalan menuju cita-cita bersama.

Dengan menempatkan diri pada perannya masing masing, sesungguhnya baik bagi calon pemimpin maupun rakyat. Kita optimis demokrasi Indonesia akan semakin berkualitas, sehingga yang terpilih adalah cerminan makna dari vox populi vox dei.

Selebihnya, di luar urusan kepemiluan, baik saat pemilu maupun tidak sedang ada pemilu, para pemimpin bangsa secara otentik perlu menunjukkan dekatnya jarak silaturahmi. Mungkin ada yang bertanya apa kepentingan Ketua DPR Puan Maharani, yang merupakan kader PDI- P bersilaturahmi misalnya dengan Jusuf Kalla.

Demikian pula pertemuan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo, pertemuan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Semuanya, tidak lain kita maknai positif demi merawat jembatan silaturahmi tetap kokoh sebagai modal sosial bangsa. Pilihan politik boleh berbeda namun kebersamaan sebagai keluar besar bangsa Indonesia harus tetap terjaga.

Keutuhan negara dan bangsa di atas segalanya, yang harus dijaga melalui kebersamaan, kedamaian dan semangat kegotongroyongan seluruh rakyat. Kebinekaan dan ke-ika-an bukan penggalan makna yang terpisah. Kebinekaan wujud jati diri kita yang memang beragam identitas, namun ke-ika-an adalah semangat kita. Dengan persatuan nasional inilah kita yakin seyakinnya bisa mengatasi segala tantangan kebangsaan apapun bentuknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Muncul Kabar Dita Karang dan Member SNSD Ditahan di Bali, Ini Penjelasan Imigrasi

Muncul Kabar Dita Karang dan Member SNSD Ditahan di Bali, Ini Penjelasan Imigrasi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com