Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Mengurai Intensi Memilih Kandidat Presiden

Kompas.com - 25/09/2023, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Frangky Selamat*

INGAR bingar pemilihan presiden (pilpres) yang akan berlangsung pada 14 Februari 2024 mulai terasa.

Sejumlah pihak mencoba memetakan “kekuatan” para calon presiden yang sejauh ini terdapat tiga calon (berdasarkan urutan abjad), yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto.

Tingkat keterpilihan (elektabilitas) menjadi sorotan. Di balik angka-angka elektabilitas tersebut terdapat intensi pemilih yang melatarbelakangi.

Intensi diyakini merupakan prediktor terbaik untuk memprediksi perilaku pemilih pada hari pemilihan presiden nanti.

Riset mengenai perilaku memilih dimulai dengan penelitian yang dipelopori oleh Lazarsfeld, Berelson dan Gaudet (1944) dari Biro Penelitian Sosial Terapan Columbia University, Amerika Serikat.

Untuk menjelaskan keputusan memilih dalam pemilihan presiden tahun 1940, mereka mewawancara panel responden di Erie County, Ohio.

Berdasarkan tradisi sosiologi, mereka mengonsentrasikan pada variabel demografis, peran media massa dan proses komunikasi interpersonal.

Satu kesimpulan utama dari penelitian tersebut adalah karakteristik sosial menentukan preferensi politik berdasarkan temuan bahwa variabel demografis memungkinkan prediksi perilaku memilih yang cukup akurat.

Secara khusus mereka berpendapat bahwa status sosial ekonomi yang tinggi, afiliasi dengan agama Protestan dan tempat tinggal di perdesaan memengaruhi seseorang untuk memilih Partai Republik.

Berlawanan dengan faktor tersebut (sosial ekonomi rendah, afiliasi Katolik, tempat tinggal perkotaan) berkencenderungan untuk memilih Partai Demokrat.

Studi lanjutan dari pemilihan presiden pada 1948 (Berelson, Lazarsfeld, & McPhee, 1954) kembali menemukan karakteristik demografis dikaitkan untuk keputusan memilih, tetapi Berelson dan kawan-kawan mengaitkan pentingnya peran komunitas tempat pergaulan seseorang.

Para investigator menemukan bahwa seseorang cenderung berinteraksi dengan orang yang secara demografis serupa.

Sistem kontak dan komunikasi antarpribadi yang relatif tertutup ini disebutkan akan memperkuat pendapat dan mempertahankan pola pemungutan suara yang ditentukan secara demografis.

Penentu faktor psikologis

Pada 1950-an, sekelompok ilmuwan yang bekerja di pusat penelitian survei Universitas Michigan meneliti hal serupa dan menganggap temuan tersebut kurang tepat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Tren
Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com