Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah dan Isi Perjanjian Giyanti yang Menandai Pecahnya Mataram Islam

Kompas.com - 20/08/2023, 07:45 WIB
Muhammad Zaenuddin

Penulis

KOMPAS.com - Perjanjian Giyanti adalah peristiwa bersejarah yang menandai pecahnya Mataram Islam.

Peristiwa ini terjadi pada 13 Februari 1755 yang ditandai dengan penandatanganan perjanjian di Desa Giyanti, Dukuh Kerten, Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah.

Perjanjian Giyanti berupa perjanjian antara VOC dengan pihak Kerajaan Mataram Islam yang diwakili oleh Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Diawali konflik saudara

Dilansir dari laman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, awal mula pecahnya kerajaan Mataram Islam ini bermula dari konflik antar saudara di Kasunanan Surakarta.

Konflik tersebut melibatkan Susuhunan Pakubuwana II, Pangeran Mangkubumi, dan Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa.

Raden Mas Said meminta haknya sebagai pewaris takhta Mataram yang saat itu diduduki oleh pamannya, Pakubuwana II.

Ayah Raden Mas Said, Pangeran Arya Mangkunegara seharusnya yang menjadi Raja Mataram, karena merupakan putra sulung dari Amangkurat IV.

Baca juga: Apa itu UFO? Berikut Pengertian dan Sejarah Awalnya

Berdasarkan silsilahnya, Pakubuwana II dan Pangeran Mangkubumi adalah saudara, yakni putra dari Amangkurat IV.

Sedangkan Raden Mas Said merupakan salah satu cucu Amangkurat IV, atau keponakan dari Pakubuwana II dan Pangeran Mangkubumi.

Namun, Arya Mangkunegara kerap menentang kebijakan VOC dan membuatnya diasingkan ke Sri Lanka hingga meninggal dunia.

VOC lalu menunjuk putra Amangkurat IV lainnya, yakni Pangeran Prabusuyasa, sebagai Raja Mataram selanjutnya dengan gelar Pakubuwana II.

Sayangnya bukan hanya Raden Mas Said, Pangeran Mangkubumi pun menuntut hal serupa.

Karena memiliki tujuan yang sama, Raden Mas Said bekerjasama dengan Pangeran Mangkubumi untuk merebut tahta Mataram Islam dari Pakubuwana II.

Baca juga: Jokowi Dianugerahi Gelar Adat Kesultanan Buton, Ini Maknanya

Wafatnya Pakubuwana II dan politik pecah belah

Pada 20 Desember 1749 Pakubuwana II wafat, dan situasi ini dimanfaatkan oleh Pangeran Mangkubumi untuk mengangkat dirinya sendiri sebagai raja baru Mataram Islam.

Namun, VOC tidak mengakui Pangeran Mangkubumi sebagai Raja Mataram Islam, dan justru mengangkat putra Pakubuwana II, Raden Mas Soerjadi dengan gelar Pakubuwana III.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com