Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerusuhan Dago Elos Bandung, LBH Bandung: Dipicu Sengketa Lahan

Kompas.com - 15/08/2023, 19:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Warga kawasan Dago Elos, Bandung, Jawa Barat terlibat kerusuhan dengan aparat kepolisian pada Senin (14/8/2023) malam di Jl. Ir H Djuanda, Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat.

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (15/8/2023), kericuhan bermula saat warga Dago Elos membuat laporan dugaan pemalsuan data dan penipuan tanah ke Polrestabes Bandung pada Senin pukul 11.45 WIB.

Namun, hingga pukul 19.30 WIB, polisi disebut hanya membuat berita acara wawancara (BAW) bukan berita acara pemeriksaan (BAP). Polisi disebut beralasan karena bukti yang dibawa tidak cukup.

Kecewa dengan polisi

Kecewa mengetahui hal tersebut, warga pun memblokade jalan serta membakar ban dan kayu di jalan utama Dago sekitar pukul 20.30 WIB.

Mereka juga berorasi dan membentangkan spanduk tentang sengketa tanah. Di tengah-tengah aksi protes tersebut, terdapat tembakan gas air mata. 

Warga membalas dengan melemparkan batu. Polisi juga berupaya membubarkan massa dengan menyemprotkan air lewat kendaraan water canon. Situasi baru berhasil terkendali di tengah malam.

Lantas, apa sebenarnya yang melatarbelakangi terjadinya kerusuhan antara warga Dago Elos dan polisi?

Baca juga: Konsiliasi, Bukan Mediasi, Forum Penyelesaian Sengketa Khas Indonesia


Sengketa lahan

Kepala Divisi Riset dan Kampanye Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Heri Pramono mengungkapkan kerusuhan di Dago Elos terjadi diawali oleh sengketa lahan antara warga dengan keluarga Muller.

"Warga tiba-tiba digugat atas klaim (tanah) oleh keluarga Muller," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (15/8/2023).

Keluarga Muller menggugat warga Dago Elos ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada 2016 dan gugatan tersebut dimenangkan Muller bersaudara.

Warga Dago Elos kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung pada 2017. Saat itulah, mereka meminta bantuan LBH Bandung. Lambat laun, tim advokasi atas kasus ini bertambah sehingga dibentuklah Tim Advokasi Dago Elos untuk membantu warga.

Keluarga Muller mengaku keturunan dari George Hendrik Muller, seorang warga Jerman yang pernah tinggal di Bandung pada masa kolonial Belanda.

Kemudian, keluarga Muller atas nama Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller menggugat warga Dago Elos. Ketiganya mengklaim tanah seluas 6,3 hektar di Dago Elos merupakan warisan dari George Hendrik Muller kepada mereka.

Klaim tersebut dinyatakan berdasarkan surat Eigendom Verponding atau hak milik dalam produk hukum pertanahan era kolonial Belanda. Sertifikat itu dikeluarkan Kerajaan Belanda pada 1934.

Tanah seluas 6,3 ha terbagi dalam tiga Verponding, yakni nomor 3740 untuk tanah seluas 5.316 meter persegi, nomor 3741 tanah seluas 13.460 meter persegi, dan nomor 3742 tanah seluas 44.780 meter persegi.

Dulu, di tanah itu berdiri Pabrik NV Cement Tegel Fabriek dan Materialen Handel Simoengan atau PT Tegel Semen Handeel Simoengan, tambang pasir, serta kebun-kebun kecil.

Dalam perkembangannya, tanah di zaman kolonial dapat dinasionalisasi menjadi milik pribadi sesuai Undang-Undang Pokok Agraria yang terbit pada 1960. Namun keluarga Muller tidak pernah mencatatkan hak milik atas tanah tersebut atau menempatinya. Disebut, batas konversi lahan ini paling lambat 24 September 1980.

Menurut tim advokasi, tanah Verponding yang tidak dinasionalisasikan seharusnya menjadi milik negara. Ini sesuai dengan UUPA dan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1979.

Saat ini, tanah di Dago Elos menjadi tempat tinggal warga RT 01 dan 02 dari RW 02 Dago Elos, kantor pos, serta Terminal Dago.

Baca juga: Selain Gugatan Hak Waris Anak Pendiri Sinar Mas, Ini Kasus Sengketa Harta Konglomerat Indonesia

Halaman:

Terkini Lainnya

Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 28-29 April 2024

Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 28-29 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Tanda Tubuh Kelebihan Gula | Kekuatan Timnas Uzbekistan

[POPULER TREN] Tanda Tubuh Kelebihan Gula | Kekuatan Timnas Uzbekistan

Tren
7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com