Keluarga Muller menggugat warga Dago Elos bersama PT Dago Inti Graha, sebuah perusahaan properti di Bandung yang membangun apartemen The MAJ di Dago.
"Warga harusnya memiliki kuasa penuh, hak milik karena telah tinggal di situ sejak lama, bahkan ada yang sampai 40 tahun," ujar Heri.
Ia mengungkapkan bahwa memang masih terdapat sebagian besar warga yang tidak memiliki surat tanah di Dago Elos. Namun, tetap ada sebagian warga yang memiliki surat tanah.
Saat persidangan di PN Bandung, pengadilan mengabulkan gugatan keluarga Muller. Lalu, warga mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Upaya banding ditolak sehingga harus naik ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Untuk melakukan gugatan, keluarga Muller menggunakan surat Eigendom Verponding sebagai alat bukti. Padahal, mereka juga diduga belum memiliki surat kepemilikan tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bandung.
Menurut Heri, MA mengabulkan permohonan warga. Selama digugat, ia juga mengungkapkan tidak ada dialog yang terjadi antara warga Dago Elos dan keluarga Muller. Warga bahkan tidak mengenal Muller bersaudara yang menggugat mereka.
"Warga belum tahu keluarga Muller yang mana. Warga di Dago Elos tidak ada yang tahu siapa itu Muller, tahu-tahu digugat. Ini aneh juga kenapa ada orang yang tidak menguasai secara fisik tiba-tiba mengakui," ujarnya.
Setelah putusan kasasi keluar, warga Dago Elos mengajukan permohonan sertifikasi pendaftaran tanah ke Kantor Agraria dan Pertanahan (ATR/BPN) Kota Bandung sejak 21 Januari 2021. Namun, belum ada tanggapan dari BPN Bandung.
Belakangan diketahui, MA lalu mengeluarkan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 109/PK/Pdt/2022. Putusan ini mengabulkan gugatan pihak keluarga Muller sebagai pemilik tanah. Selain itu, putusan ini juga membolehkan keluarga Muller menyerahkan tanah ke PT Dago Inti Graha.
Heri menyebut, BPN Bandung bersikap pasif terhadap permohonan sertifikasi tanah milik warga. Menurutnya, permohonan tidak segera diproses karena BPN beralasan ikut putusan PK oleh MA.
"Padahal, sebelum PK, (warga Dago Elos) sudah mengajukan (permohonan sertifikasi tanah), ujar dia.
Baca juga: Sengketa Natuna, Peristiwa Bawean, dan Diplomasi
Terkait keputusan PK tersebut, warga Dago Elos bermaksud mendatangi Polrestabes Bandung pada Senin (14/8/2023). Mereka ingin mengadukan dugaan tindakan penipuan yang dilakukan keluarga Muller.
Menurut Heri, warga membuat laporan karena menduga keluarga Muller berbohong dalam pembuatan surat Pernyataan Ahli Waris (PAW) di Pengadilan Agama Cimahi pada 2014.
PAW tersebut menyatakan bahwa tiga bersaudara Muller sebagai cicit Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller. Orang itu disebut merupakan kerabat dari Ratu Wilhelmina Belanda yang ditugaskan di Indonesia.
"Tim advokasi dan warga melakukan penelusuran. (Hasilnya) ditemukan bukan kerabat dan tidak ditugaskan oleh ratu Belanda juga," ungkap dia.
Karena itu, pihaknya menyebut keluarga Muller membuat tindakan pencatatan yang tidak sesuai fakta otentik di PAW. Padahal, PAW dipakai untuk alat bukti pengadilan
Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller disebut hanya seorang penyewa lahan yang bertugas sebagai tenaga administratur di perkebunan Sindangwangi di wilayah Preanger.
Atas dugaan penipuan tersebut, perwakilan warga Dago Elos melapor ke Polrestabes Bandung. Sayangnya, laporan justru berakhir dengan kerusuhan.
Heri memastikan, Tim Advokasi Dago Elos akan terus melaporkan dugaan penipuan tersebut sesuai persetujuan warga selaku pemberi kuasa.
"(Kami) menyoroti tindakan brutalitas (polisi) dan akan menghubungi Komnas HAM dan lembaga terkait (atas kerusuhan di Dago Elos," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.