KOMPAS.com - Polusi udara di DKI Jakarta menjadi masalah yang masih belum juga teratasi.
Permasalahan ini bahkan menjadi sorotan dunia. Sejumlah media internasional menobatkan Jakarta sebagai kota tercemar di dunia pada Rabu (9/8/2023).
Pada Sabtu (12/8/2023), DKI Jakarta masih masuk tiga besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia, tepatnya di urutan kedua.
Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta, yakni 172 termasuk ke dalam kategori tidak sehat menurut IQAir.
Padahal, pedoman WHO mulai 2021 menyebutkan, udara berkualitas baik bagi kesehatan adalah udara yang memiliki paparan tahunan PM2.5 kurang dari 5 ug/m3 atau memiliki AQI 0-50.
Peringkat kota dengan udara terburuk di dunia ini akan diperbarui setiap harinya.
Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Tidak Sehat, Ini Penyebabnya Kata DLH DKI
Berikut Kompas.com merangkum sejumlah fakta polusi udara di Jakarta, mulai dari fenomena cuaca, penyebab, dan upaya untuk mengatasinya:
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Krusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengatakan, permasalahan polusi udara di Jakarta sudah terjadi beberapa bulan yang lalu.
Hal ini dipengaruhi oleh siklus meteorologi yang terjadi sejak tiga bulan terakhir.
"Jadi kalau dari segi siklus, memang bulan Juni, Juli, Agustus itu selalu terjadi peningkatan pencemaran di Jakarta karena dipengaruhi oleh udara dari timur yang kering," kata Sigit, dikutip dari Kompas.com, Jumat (11/8/2023).
Baca juga: Gejala Demam, Batuk, dan Pilek Merebak, Warganet Kaitkan dengan Kualitas Udara, Benarkah?
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membeberkan penyebab permasalahan kualitas udara di DKI Jakarta yang semakin memprihatinkan.
Data menunjukkan, transportasi masih menjadi penyumbang terbesar masalah kualitas udara di DKI Jakarta, baik dari minyak bumi maupun gas.
Sektor transportasi menjadi penyumbang polusi udara pertama, yakni 44 persen. Lalu diikuti dengan sektor industri 31 persen, manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen, dan komersial 1 persen.
Selain transportasi, penyumbang polusi udara di DKI Jakarta adalah penggunaan batu bara. Penggunaan batu bara menimbulkan adanya emisi Sulfur Dioksida (SO2).
Hasil kajian menunjukkan, emisi pencemaran Sulfur Dioksida dengan total 4.257 ton per tahun. Sumber utamanya adalah dari sektor industri manufaktur sebesar 61,9 persen.