TEKNOLOGI kecerdasan buatan (AI) mengancam keberadaan karyawan di berbagai negara. Pada saat yang sama, karyawan juga menghadapi berbagai persoalan terkait gaji atau upah, dan lainnya termasuk pengabaian berbagai hak oleh perusahaan.
Di Inggris, perusahaan telekomunikasi British Telecommunication (BT) bakal memutuskan hubungan kerja (PHK) puluhan ribu karyawan hingga tujuh tahun ke depan. BT mengalihkan peran SDM dengan menggunakan teknologi AI.
Ada sekitar 130.000 karyawan saat ini bekerja di BT. Jumlah karyawan BT yang di-PHK diprediksi bakal naik mendekati angka 100.000 karyawan seiring kemajuan teknologi AI yang mampu mensubstitusi pekerjaan administratif, semisal, layanan pelanggan (customer service).
Di Amerika Serikat (AS) tak kalah mengkhawatirkan. Alphabet Inc. sebagai perusahaan induk Google, melakukan PHK sekitar 12.000 orang atau 6 persen dari total tenaga kerja. Alasannya sama, yakni akibat penggunaan teknologi AI.
Secara keseluruhan, AI berkontribusi terhadap sekitar 4,9 persen dari total PHK pada awal 2023 di AS. Padahal pada 2022, sesuai hasil analisis dalam Employment Report, AI sama sekali tak dikaitkan dengan keputusan PHK.
Kekhawatiran terhadap AI tampak rasional meskipun berlebihan. Hal ini mengingat AI mengandung sejumlah manfaat bagi kehidupan sosial dan perekonomian.
Kehadiran AI tak serta merta menjadi bencana, namun berpotensi memberi keuntungan dan produktifitas.
AI dapat dipandang sebagai kekuatan transformatif yang bermakna positif. Teknologi AI mampu mendorong peningkatan standar hidup manusia secara dramatis.
Di bidang kesehatan, misalnya, AI digunakan dokter untuk menemukan cara mendeteksi dan menyembuhkan pasien. Penemuan obat terbaru untuk mengobati berbagai penyakit juga diperoleh dengan memanfaatkan AI.
Di bidang pendidikan, para guru dapat mangembangkan rencana pembelajaran berbasis AI.
Dengan menimbang manfaat AI, karyawan perusahaan perlu mengambil sikap optimistis. AI tak akan mengganti peran manusia. AI harus diposisikan sebagai pendukung SDM perusahaan dalam menghasilkan karya lebih baik daripada produk yang pernah dihasilkan.
Sebagai pendukung pekerjaan, AI bermanfaat dalam melaksanakan tugas rutin atau berulang. Entri data, penggajian karyawan, dan bahkan proses produksi atau manufaktur lebih mudah dilakukan dengan dukungan AI.
Teknologi chatbot berbasis AI, semisal, ChatGPT, dapat dimanfaatkan perusahaan dalam rangka otomatisasi kegiatan rutin. Selanjutnya, manajemen lebih fokus mengembangkan tugas strategis yang membutuhkan kreativitas dan inovasi berbasis keterampilan SDM.
Sekalipun teknologi AI bermanfaat untuk kegiatan operasional lebih efisien, perusahaan perlu meningkatkan kapasitas karyawan melalui pelatihan intensif. Tujuannya memberi pengetahuan dan skill terbaru yang relevan dengan kebutuhan bekerja berbasis teknologi AI.
Dengan pengetahuan dan keterampilan baru, karyawan dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan dratis dalam cara bekerja akibat AI. PHK pun dapat dihindari, sementara karyawan merasa lebih aman dalam bekerja sekaligus meningkatkan produktifitasnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya