Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Kelirumologi Emosi

Kompas.com - 11/07/2023, 22:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MOHON jangan keliru tafsirkan kelirumologi emosi sebagai ilmu membuat emosi secara keliru.

Pada hakikatnya kelirumologi emosi sekadar upaya mengejawantahkan sukma dasar kelirumologi, yaitu menelaah yang disebut sebagai emosi terutama pada kekeliruan-kekeliruan tafsir terhadap emosi demi meletakkan emosi pada posisi dan proporsi yang lebih benar.

Sebelum mulai menelaah emosi, terlebih dahulu kita perlu sepakat tentang makna emosi dengan menyimak apa kata Kamus Besar Bahasa Indonesia tentang apa yang disebut sebagai emosi.

Ternyata, menurut KBBI, emosi adalah homonim karena memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda.

Emosi memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga emosi dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan.

Emosi termasuk dalam ragam bahasa cakapan. Maka emosi dapat dimaknakan secara beranekaragam tergantung kehendak dan selera yang memaknakan antara lain: 1) Luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat, 2) Marah, 3) Keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan), 4) Keberanian yang bersifat subjektif.

Dari cara penafsiran saja, sudah dapat disimpulkan bahwa KBBI juga cukup terombang-ambing oleh aneka ragam pemaknaan terhadap istilah emosi yang secara etimologis dapat diyakini bukan merupakan kata bahasa Indonesia asli, namun sekadar hasil mengambil-alih istilah bahasa asing.

Saya pribadi yang selama sedasawarsa sempat belajar dan mengajar di Jerman terlanjur menafsirkan semantika emosi beda dari tafsir makna emosi versi bahasa Indonesia seperti dimaknakan oleh KBBI.

Maka saya kurang sreg terhadap pemaknaan emosi terbatas pada “marah”, sebab perasaan manusia lebih beranekaragam ketimbang terbatas “marah” belaka.

Welas-asih, kasih-sayang, peduli, pengertian serta kesabaran bagi saya jelas merupakan bentuk dan jenis emosi yang berlawanan makna dengan marah atau amarah atau angkara murka.

Bahkan akal yang kerap dibedakan dari rasa pada hakikatnya sama akibat sama-sama berasal dari otak.

Luapan perasaan yang berkembang surut dan waktu singkat, menurut saya, juga kurang akurat sebab dendam kesumat yang berkembang dan surut bukan dalam waktu singkat, namun bisa kekal-abadi berkelanjutan sampai akhir hayat dikandung badan pada hakikatnya juga merupakan jenis emosi.

Saya setuju pemaknaan KBBI bahwa emosi adalah “keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis”. Namun pada hakikatnya emosi tidak terbatas pada kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan saja.

Keprihatinan, kebencian, kesombongan, keangkuhan, kedengkian, kedendaman, ketidakpedulian, ketidakbelarasaan, kecurigaan de facto juga merupakan emosi.

Maka jika kita menginginkan seseorang tidak bersikap marah-marah sebaiknya jangan kita gunakan istilah “jangan emosi”, tetapi langsung saja “jangan marah-marah”.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com