Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hanif Sofyan
Wiraswasta

Pegiat literasi di walkingbook.org

Pertanian Disensus, "Food Traceability" Makin Maknyus

Kompas.com - 19/06/2023, 08:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

FOOD traceability (ketertelurusan pangan) menjadi cara kita mengenali jejak. Penelusuran sejak pangan diolah sepanjang rantai pangan dari bahan baku hingga siap konsumsi akan membantu menemukan akar dan besaran permasalahan dari suatu potensi masalah.

Kopi adalah salah satu di antaranya. Orang dengan segera tergila-gila ketika Pasqua Rosee, seorang eksentrik Yunani, menawarkan minuman kental berwarna hitam yang diberi nama kaveh, alias kopi, untuk pertama kalinya di London tahun 1652.

Komoditas kopi adalah product for future. Namun dalam babak sejarah Aceh yang popular dengan speciality Arabica Gayo, yang jauh lebih tua umurnya pun tak ada catatan yang spesifik. Catatan tidak ditemukan baik dalam kunjungan Ibnu Battuta di tahun 1345 ketika era Sultan Malik az-Zahir maupun lawatan Marcopolo di tahun 1293 yang dinukilkan dalam Hikayat Raja-raja Pasai, yang menceritakan tentang kopi sebagai komoditas unggulan (Ross.E.Dunn; 2011;xii).

Baca juga: Sejarah Kopi Pagi

Bahkan ketika menelisik urutan varietas kopi unggulan dunia, Kopi Gayo belum masuk dalam urutan daftar tersebut. Sebuah literasi hanya menyebutkan Kopi Kolombia (Colombian Coffe) yang dikenal sejak 1800, meliputi kultivar Maragogype, Caturra, Typica dan Bourbon yang menguasai 12 persen kopi dunia, kedua setelah Basilia.

Berikutnya Colombian Milds, Costa Rican Tarazzu, Guatemala Huehuetenango, Ethiopian Harrar, Ethiopian Yirgacheffe, Hawaiian Kona coffee, Jamaican Blue Mountain Coffee, Java Coffee hingga Sumatera Mandheling dan Sumatera Lintong (Redaksi Health Secret;2012; 9).

Sialnya lagi, merk Kopi Gayo ternyata telah ‘dibajak’ dan terdaftar dalam undang-undang Belanda atas nama Holland Coffe yang melarang siapapun menggunakan kata “Gayo” pada merek kopinya.

Padahal Indikasi Geografis Indonesia seperti “Arabica Coffee Gayo“ (Kopi Gayo), “White Pepper Muntok” (Lada putih), dan “Carving Furniture Jepara” (Kerajinan Ukir) memiliki nilai lebih yang dapat memenuhi pasar Eropa yang memiliki lebih dari 500 juta penduduk dan pendapatan per kapita 25.000 dollar Amerika Serikat (AS).

Konon, Indonesia adalah negara pengekspor biji kopi keempat terbesar dunia dan Aceh memasok 40 persen kopi Arabica premium Indonesia.

Sensus dan traceability bisa menjembatani problem klasik itu. Tak banyak penikmat kopi Arabika Gayo yang tahu tentang Kecamatan Jagong Jeget, daerah muasal kopi Arabica Gayo yang kesohor. Kebanyakan hanya tahu kopi Mandailing dan Lintong yang sebenarnya justru berada di Sumatera Utara.

Sementara arabika terbaik berada di lembah-lembah subur di dataran Aceh Tengah, di Tanah Gayo. Pasar AS dan Eropa justru lebih familiar dengan Jagong Jeget. Tak kurang dua kali setahun mereka berkunjung, bertemu para petani kopi.

Kita bahkan rela membeli dengan harga berlipat, ketika menyesap kopi di gerai kopi paling top di AS. Malangnya kita tak tahu bahwa kopi itu kopi speciality artisanal berasal dari kebun-kebun kopi di Jagong Jeget, Aceh Tengah yang dulunya sentra jagung.

Ketika Gedum Malik, orang yang membuka lahan pertama kali di daerah Jeget Ayu, justru menanam jagung, bukannya kopi. "Jagong Jeget" diambil dari bahasa Gayo yang berarti "buah jagong yang berwarna jeget (berpucuk putih kemerahan)".

Baca juga: Snoop Dogg Buka Bisnis Kopi Gayo di AS

“Gara-gara bencana alam tahun 1982, jagong ditinggalkan penduduknya, dan menghutan lagi. Lantas kami menyulapnya menjadi kebun-kebun kopi, bukan jagung,” kata Mahfud (68 tahun) mengenang masa awal menjadi petani kopi.

Mahfud adalah generasi pertama transmigran asal Jawa Tengah yang mendiami Kecamatan Jagot Jeget, kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan Linge di Aceh Tengah.

“Sekarang sudah jauh lebih baik, pasar kopi kami tak pernah “tidur” lagi, teknologi yang melek membuat kami menjual kopi, selain direct market, juga bermain di pasar online,” ujar Mahfud.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com