KOMPAS.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan adanya peningkatan kasus HIV dan sifilis di Indonesia.
Peningkatan kasus penularan HIV dan sifilis tersebut didominasi oleh ibu rumah tangga yang juga berdampak pada bayi yang dilahirkan.
"Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV, lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti suami pekerja seks dan kelompok man sex with men,” tulis Kemenkes dalam unggahan Instagram, Kamis (11/5/2023).
Baca juga: Jumlah Kasus Meningkat 5 Tahun Terakhir, Apa Itu Sifilis atau Raja Singa?
Sementara itu, kasus sifilis pada ibu rumah tangga juga terus mengalami peningkatan pada 2016-2022.
Disebutkan peningkatan kasus sifilis hampir 70 persen, dari 12 ribu kasus menjadi hampir 21 ribu kasus. Dari 1,2 juta ibu hamil, sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis.
"60 persen ibu hamil penderita sifilis tidak mendapatkan pengobatan karena adanya stigma dan unsur malu," imbuh Kemenkes.
Ironisnya, penularan sifilis melalui jalur ibu ke anak, sebesar 69-80 persen berdampak terjadinya abortus, bayi lahir mati atau misalkan lahir akan mengalami siflis kongenital.
Baca juga: Benarkah Banyak Bekas Luka di Lengan Termasuk Gejala Sifilis?
Lantas, apa penyebab terjadinya peningkatan kasus HIV dan sifilis pada ibu rumah tangga di Indonesia?
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menegaskan penyebab terjadinya peningkatan kasus HIV dan sifilis pada ibu rumah tangga di Indonesia, salah satunya karena perilaku seks berisiko dari suami yang masih "jajan".
“Penyebab lainnya, orang yang sudah positif tetapi tidak mendapatkan pengobatan, sehingga menular ke orang lain. Serta dari darah yang tercemar saat transfusi,” ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (11/5/2023).
Nadia pun menjelaskan mengapa ibu rumah tangga lebih banyak diketahui terjangkit HIV dan sifilis dibandingkan dengan para suami.
“Karena ibu rumah tangga melalui skrining saat kehamilan sehingga terdeteksi,” terangnya.
Baca juga: WHO Cabut Status Darurat Kesehatan Global untuk Covid-19, Ini Langkah Kemenkes
Sementara itu, dokter spesialis kulit dan kelamin Ismiralda Oke Putranti mengatakan, gejala HIV tidak muncul pada awal penularan. Namun akan muncul setelah tiga hingga enam bulan sesudah penularan.
“Sehingga biasanya pada orang-orang yang berisiko tinggi infeksi menular seksual, akan disarankan untuk skrining HIV terutama 3-6 bulan pasca-paparan,” ujarnya kepada Kompas.com, terpisah.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya