Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Tunjangan Pegawai Pajak Lebih Besar dari PNS Lain?

Kompas.com - 04/03/2023, 06:15 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kekayaan tidak wajar mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Rafael Alun Trisambodo, terkuak setelah sang anak menjadi tersangka penganiayaan anak pengurus GP Ansor.

Kasus ini pun merambet pada pembahasan nilai tunjangan kinerja (tukin) pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dinilai terlampau besar.

Beberapa warganet menilai, tunjangan yang diterima pegawai pajak jauh lebih tinggi dari pegawai negeri sipil (PNS) lain.

"Jauh bener sama kementrian kesehatan. Hadeh," kata warganet, Rabu (22/2/2023), membandingkan tukin Kemenkeu dengan Kementerian Kesehatan.

"Mengapa gaji & tunjangan kinerja pegawai pajak lebih besar dari guru? Memang pegawai pajak lebih berguna dari guru?" tanya warganet lain, Sabtu (25/2/2023).

Regulasi gaji dan tunjangan pegawai

Di sisi lain, Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional Zudan Arif Fakrulloh pun meminta Pemerintah mereformasi regulasi gaji dan tukin pegawai secara proporsional.

"Agar tidak menimbulkan kecemburuan bagi para ASN, TNI, dan Polri. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menata ulang, mereformasi terhadap gaji dan tunjangan ASN, TNI, Porli," ujar Zudan, dikutip dari Kompas.com (2/3/2023).

Lantas, mengapa tunjangan kinerja pegawai pajak lebih tinggi dari PNS lainnya?

Baca juga: Beredar Pesan Pegawai Ditjen Pajak Sebut Kemenkeu Abaikan Aduan Dugaan Korupsi, Staf Menkeu Buka Suara


Alasan tunjangan Kementerian Keuangan tinggi

Menjawab tunjangan kinerja pegawai pajak yang dinilai terlalu tinggi, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kewenangan presiden.

Yustinus menjelaskan, regulasi dari presiden mengenai aturan tukin tentu memiliki latar belakang yang kuat.

"Tentu regulasi dari presiden mengenai aturan tukin memiliki background yang kuat yang sejak dulu telah ditetapkan disertai alasan yang rasional untuk dipertahankan sampai dengan saat ini," kata dia kepada Kompas.com, Jumat (3/3/2023).

Staf Khusus Sri Mulyani Bidang Komunikasi Strategis ini menerangkan, target pendapatan negara pada 2023 sendiri sebesar Rp 2.463 triliun.

Dari jumlah tersebut, mayoritas berasal dari perpajakan senilai Rp 2.021,2 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 441,4 triliun, serta proyeksi hibah Rp 0,4 triliun.

Target perpajakan tahun ini, menurut dia, tumbuh 5 persen dari outlook 2022 seiring pertumbuhan aktivitas ekonomi domestik serta implementasi reformasi perpajakan.

"Pencapaian target ini adalah hal yang menantang bagi keberlangsungan negara ini," ujar Yustinus.

Oleh karena itu, semakin meningkatnya target pajak, Yustinus menilai hal ini menjadi sesuatu yang menurut pemerintah rasional dan sesuai dengan tingkat risiko dari pencapaian target tersebut.

Adapun sebagai catatan, dia menjabarkan bahwa Kemenkeu dalam dua tahun terakhir masih mencapai target penerimaan dari pajak 100 persen.

Hal tersebut juga menjadi alasan kuat bahwa insentif memiliki dampak positif terhadap jajaran pajak untuk lebih giat mengoptimalkan pendapatan negara.

"Tentu besaran insentif ini merupakan topik dari segi risiko, akuntabilitas, dan target kinerja jajaran pajak sehingga terpisah dari permasalahan yang ada saat ini terjadi," tandasnya.

Baca juga: Warganet Protes Mengapa Wajib Pajak Harus Lapor Setiap Tahun, Ini Kata Kemenkeu

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com