Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Jenderal Hoegeng, Satu-satunya Polisi Jujur Menurut Gus Dur

Kompas.com - 14/10/2022, 11:30 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com – "Hanya ada 3 polisi jujur di negara ini: polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng".

Konon hal itu diungkapkan mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam sebuah diskusi bertajuk "Dekonstruksi dan Revitalisasi Keindonesiaan" di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Kamis 31 Agustus 2006 silam.

Sontak, guyonan kecil namun tepat itu, membuat masyarakat tertawa sekaligus miris dalam waktu yang sama. Benarkah susah menemukan polisi jujur di Indonesia?

Baca juga: Mengenang 100 Tahun Jenderal Hoegeng


Sosok Jenderal Hoegeng

Jenderal Hoegeng Imam Santoso atau yang biasa disebut dengan Jenderal Hoegeng merupakan sosok polisi di Indonesia yang dikenal dengan kejujurannya.

Hoegeng lahir tepat 101 tahun lalu, atau pada 14 Oktober 1921.

Dikutip dari Harian Kompas 1 Juli 2004, nama asli Hoegeng adalah Imam Santoso. Nama ini merupakan nama pemberian sang ayah.

Sewaktu kecil, Hoegeng kerap dipanggil dengan nama Bugel (gemuk), namun nama tersebut kemudian menjadi Bugeng hingga kemudian berubah menjadi Hugeng.

Hoegeng menempuh pendidikan di HIS dan MULO Pekalongan, kemudian belajar di AMS A Yogyakarta.

Ia juga melanjutkan pendidikan ke Recht Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia.

Selanjutnya Ia masuk ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Serah terima jabatan Kapolri antara Jenderal Hoegeng Iman Santoso kepada penggantinya Moh Hassan oleh Presiden Soeharto pada 1971.KOMPAS/PAT HENDRANTO Serah terima jabatan Kapolri antara Jenderal Hoegeng Iman Santoso kepada penggantinya Moh Hassan oleh Presiden Soeharto pada 1971.

Menolak suap cukong

Usai lulus dari PTIK tahun 1952, Hoegeng ditempatkan di Jawa Timur dan ditugaskan sebagai Kepala Reskrim di Sumatera Utara.

Ketika awal menjabat ia mendapat banyak sambutan unik, seperti rumah pribadi dan mobil yang telah disediakan oleh beberapa cukong judi.

Namun, Hoegeng menolak hadiah itu dan memilih tinggal di hotel sebelum mendapatkan rumah dinas.

Usai mendapat rumah dinas, rumah tersebut dipenuhi dengan berbagai perabot pemberian tukang suap yang kemudian dikeluarkannya secara paksa dari dalam rumah dan diletakkan di pinggir jalan.

Sikapnya ini banyak menarik perhatian dan membuat gempar Kota Medan.

Baca juga: Kisah Kesederhanaan Hoegeng, Menolak Pengawalan dan Mobil Dinas

Meminta istri tutup toko bunga

Hoegeng Iman Santoso bersama istri tercinta, Merry RoeslaniRepro Hoegeng Iman Santoso bersama istri tercinta, Merry Roeslani

Usai bertugas di Medan, Hoegeng ditunjuk Presiden Soekarno untuk menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, saat itulah Ia kemudian meminta istrinya Merry untuk menutup toko bunga miliknya.

Saat sang istri bertanya apa alasannya, Hoegeng menjelaskan bahwa ia khawatir nantinya segala yang berurusan dengan imigrasi akan memesan bunga pada toko bunga milik sang istri.

Hal ini menurut Hoegeng tak adil untuk penjual bunga yang lain. Istrinya yang bisa menerima hal tersebut kemudian menutup toko bunga miliknya.

Hoegeng tercatat juga pernah menolak mobil dinas dari Sekretariat Negara karena telah merasa cukup dengan mobil jip dinas dari kepolisian.

Kapolri Jenderal Pol Drs. Hoegeng Imam Santoso (kanan) bersama Rektor ITB Prof Dr. Dody Tisna Amidjaja hadir dalam sidang pertama dan kedua dan II kasus penembakan 6 Oktober 1970 di pengadilan Bandung, 1 Desember 1970. Dalam percakapan-percakapan selesai sidang, ia menginginkan agar orang yang bersalah dalam peristiwa 6 Oktober dihukum.KOMPAS/Hendranto Kapolri Jenderal Pol Drs. Hoegeng Imam Santoso (kanan) bersama Rektor ITB Prof Dr. Dody Tisna Amidjaja hadir dalam sidang pertama dan kedua dan II kasus penembakan 6 Oktober 1970 di pengadilan Bandung, 1 Desember 1970. Dalam percakapan-percakapan selesai sidang, ia menginginkan agar orang yang bersalah dalam peristiwa 6 Oktober dihukum.

Pada tahun 1968, Hoegeng diangkat sebagai Kepala Polri atau Kapolri menggantikan Sotjipto Yudodiharjo.

Pada masa itu salah satu kasus yang terkenal yang ia tangani adalah mengenai adanya penyelundupan mobil mewah yang didalangi oleh Robby Tjahyadi atau Sie Tjie It.

Kasus penyelundupan mobil mewah ini menyeret nama istri Presiden Soeharto, Bu Tien.

Namun usai pengungkapan kasus ini, pemberhentian Hoegeng sebagai Kapolri dipercepat. Soeharto beralasan, pemberhentian Hoegeng dilakukan untuk regenerasi.

Baca juga: Hoegeng Imam Santoso, Kapolri Pendukung Petisi 50

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com