Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Kutang di Indonesia Berawal dari Proyek Jalan Anyer-Panarukan

Kompas.com - Diperbarui 13/10/2022, 07:28 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Editor

KOMPAS.com - Tanggal 13 Oktober diperingati sebagai Hari Tanpa Bra atau No Bra Day. Peringatan ini bukan gerakan vulgar, tetapi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya kanker payudara yang dapat menyerang laki-laki dan perempuan.

Bra atau BH di Indonesia dikenal juga dengan sebutan kutang

Kutang adalah pakaian dalam perempuan untuk menutupi payudara.

Kutang terdiri atas kain berbentuk mangkuk, tali bahu, ban berkerut untuk menyangga dada.

Penyebutan kata "kutang" mungkin sudah jarang dijumpai dalam pergaulan, sebab kini, orang-orang lebih lazim menyebutnya dengan bra atau BH. 

Baca juga: Sejarah NATO, Tujuan, Struktur Kerja, dan Daftar Anggotanya


Sejarah kutang di Indonesia

Sejarah kutang di Indonesia bisa ditarik hingga ke awal abad ke-19 dan zaman penjajahan Belanda. 

Sulistiyoningrum, dalam tugas akhirnya di Jurusan Teknik Boga dan Busana Universitas Negeri Yogyakarta menyebut, perempuan di Jawa masih jarang menggunakan penutup payudara. Termasuk juga disebutkan di Pulau Bali. 

"Hingga awal abad ke-19 di daerah Jawa masih banyak penduduk wanita yang bertelanjang dada. Mereka hanya memakai penutup di bagian bawah," tulis Sulistiyoningrum dalam tugas akhir berjudul Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso, pada tahun 2011.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Koko Prabu (@koprabu)

Jalan Anyer-Panarukan

Sementara itu Remy Silado, sastrawan Indonesia, berkisah dalam novelnya Pangeran Diponegoro: Menggagas Ratu Adil, menyebut soal asal muasal kata kutang. 

Hal itu terjadi saat pembangunan proyek jalan yang menghubungkan kota-kota di Jawa atas prakarsa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels.

Proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan itu melibatkan seorang pembantu setia Daendels berkebangsaan Prancis-Spanyol, bernama Don Lopez comte de Paris—tokoh fiksi juga.

Remy berkisah, seringkali ada kejadian yang tak menyenangkan selama proyek. Kebanyakan petugas lapangan berbuat nakal tatkala melihat para pekerja wanita bumiputera tak mengenakan pelindung payudara.

"Coutant! (penutup payudara)," ujar Don Lopez berbicara dengan bahasa Perancis kepada para pekerja proyek wanita untuk menutupi bagian berharganya.

Don Lopez menyebut Coutant dalam bahasa Perancis yang terdengar seperti kata 'kutang'. 

 

Pekerja yang mendengar itu mulai menyobek kain-kain putih untuk menutup bagian payudara yang kemudian dikenal sebagai 'kutang' sampai saat ini. Demikian Remy berkisah.

Namun, kita menjumpai kata "coutant" dalam kamus bahasa Prancis yang bermakna "kontan" alih-alih "kutang".

Lalu, sejak kapan kita menggunakan kata kutang?

Sejarah kutang di Indonesia

Kapan kata kutang dipakai di Indonesia, sejauh ini belum ada catatan yang menunjukkan waktu persisnya.

Namun, kata "kutang" diyakini merupakan serpan dari bahasa Portugis "cotao" yang sejatinya merujuk kain halus yang dibuat dengan kapas atau linen.

Rujukan ini bersumber dari Paramita R. Abdurachman dalam bukunya Bunga Angin Portugis di Nusantara, yang terbit atas dukungan Asosiasi Persahabatan dan Kerjasama Indonesia-Portugal. Buku ini diterbitkan LIPI PRESS dan Buku Obor pada 2008.

Artinya kata ini sudah memperkaya bahasa Melayu sejak 500 tahun silam.

Kita barangkali tidak menyangka, begitu banyak pengaruh Portugis dalam budaya Nusantara. Kita dan Portugis lebih dekat dari yang kita kira. Sampai-sampai urusan pakaian dalam pun kita menyerap bahasa mereka.

Sejarah kutang modern

Dilansir dalam jurnal Advances in Human Factors and Ergonomics 2012, Felipe bersama dengan tim menyebut bahwa kutang menjadi mode pakaian baru bagi wanita sekaligus sebagai simbol kebebasan.

Ia menulis dalam jurnal berjudul Breast Design: The role of ergonomic underwear during lifetime yang terbit pada tahun 2012.

Mary Phelps Jacob atau populer dengan Caresse Crosby adalah orang pertama yang memegang hak paten tentang kutang di tahun 1913. Meskipun bukan yang pertama, namun namanya sohor sebagai pencipta kutang karena patennya tersebut.

Kutang hadir menggantikan korset yang membatasi ruang gerak pemakainya, sedang kutang semakin digemari karena memberi kebebasan dalam bergerak.

"Hal itu juga mempengaruhi wanita dalam kebebasan berpikir dan bersikap," tulisnya.

Baca juga: Apa Itu Cap Go Meh? Ini Arti, Sejarah, dan Perayaannya

Kutang Suroso

Kutang suroso merupakan bentuk pengembangan pertama dari kutang di Indonesia. Penamaannya berasal dari nama Suroso yang populer pada 1960-an.Evy Sofia Kutang suroso merupakan bentuk pengembangan pertama dari kutang di Indonesia. Penamaannya berasal dari nama Suroso yang populer pada 1960-an.

Kutang lalu menjadi budaya kaum wanita pribumi, perkembangan kutang berlanjut sampai Indonesia merdeka.

Setelah beberapa tahun merdeka, kemudian mulai populer kutang jenis baru yang dikenal dengan Kutang Suroso.

"Kutang Suroso merupakan bentuk pengembangan pertama dari kutang di Indonesia," kata Sulistiyoningrum dikutip dari NationalGeographic.

Asal nama Kutang Suroso diperkirakan berasal dari nama Suroso yang populer pada 1960 setelah berhasil memproduksi kutang yang digandrungi banyak wanita di pelosok Yogayakarta dan Jawa Tengah.

Sekarang, lokasi sentral pembuatan Kutang Suroso berada di Juwiring, Klaten, Jawa Tengah.

Penyebaran Kutang Suroso terjadi pada zaman revolusi, berbarengan dengan tumbuhnya industri Kutang Suroso di Pulau Jawa.

"Bentuk dasar kutang merupakan bentuk pakaian yang tertua, bahkan sebelum orang mengenal adanya kain lembaran yang berupa tenun, orang sudah mengenal bentuk pakaian ini," ungkap Sulistiyoningrum.

Menjelang tahun 1980, Kutang suroso lebih banyak dipakai oleh wanita-wanita lanjut usia.

"Penggunaan bagi mbah-mbah (nenek-nenek dalam bahasa Jawa) dalam memakai kutang suroso dengan alasan nyaman dipakai," tulis Sulistiyoningrum.

Baca juga: Sejarah Honda Lahir 24 September 1948

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com