SEORANG guru di Tambrauw, Kabupaten Papua Barat, pernah bercerita di salah satu wawancara kami saat riset tahun 2019.
“Siswa-siswa saya sering membawa parang ketika ke sekolah. Awalnya saya kaget itu untuk apa. Ternyata itu untuk mengambil buah kelapa ketika jam istirahat,” kata guru itu.
“Ternyata mereka tidak pernah sarapan sebelum berangkat ke sekolah, sehingga mencari sendiri apapun yang bisa dimakan,” lanjut sang guru.
Menyimak cerita tersebut, bagi saya tampak sesuatu yang timpang secara ekstrem. Ketika mengajar di salah satu sekolah swasta di Jakarta, saya mendapatkan pengalaman yang sangat berbeda.
Baca juga: Hari Gizi Nasional 2020: Jadikan Momen Saatnya Siapkan Bekal Anak!
Di sekolah saya mengajar tersedia kantin yang menjual makanan dan minuman sehat. Meski saya juga melihat ada minuman-minuman manis, tetapi sebagian besar makanan dan minumannya sehat.
Setiap jam makan siang para guru dan siswa makan di kantin tersebut. Selain makan makanan kantin, anak-anak terbiasa membawa bekal. Bekal tersebut berisi makanan yang variatif.
Tampaknya, orangtua menyiapkan bekal-bekal sesuai dengan permintaan anak-anak mereka. Di antara bekal tersebut ada botol berisi air putih. Di sekolah juga disediakan galon untuk isi ulang air. Anak-anak dan guru bisa minum air putih kapan saja. Tak perlu khawatir soal dehidrasi.
Rata-rata anak sekolah di perkotaan berlangsung seharian penuh. Pihak sekolah selalu berpesan agar orangtua menyiapkan bekal untuk anak-anak, baik untuk jam istirahat pertama ataupun makan siang.
Sekolah biasanya menyediakan kantin agar anak-anak tidak perlu membeli makanan ke luar lingkungan sekolah. Tentu variasi makanan antar kantin sekolah berbeda-beda. Sekolah swasta yang berbiaya mahal biasanya lebih selektif dalam menjual makanan di kantin.
Sementara itu ada potret lain yang disaksikan jika kita datang ke sekolah-sekolah yang ada di pinggiran perkotaan. Di luar sekolah selalu ada “jajanan” khas seperti aneka ciki, goreng-gorengan, es, minuman, permen lidi-lidian, mi, dan varian lainnya.
Selain dari kandungan nutrisi dan gizi, penyajian makan di sekolah-sekolah tersebut tidak sehat dan tidak higienis. Harga makanan dan minuman yang dijual biasanya sesuai dengan uang jajan anak-anak.
Selain itu, makanan manis dan asin memang sangat enak dan digemari anak-anak bahkan orang dewasa.
Ada beberapa studi mengenai urgensi sarapan. Artikel dari Illøkken, Ruge, LeBlanc, Øverby & Vik (2022) berjudul "Associations between having breakfast and reading literacy achievement among Nordic primary school students" menyebutkan bahwa sarapan dikaitkan dengan kualitas diet, kinerja kognitif dan akademik, dan dapat berdampak positif pada pembelajaran dan kesehatan.
Studi itu juga mengemukakan hubungan potensial antara asupan sarapan dan prestasi akademik siswa harus diberi prioritas untuk penelitian dan praktik lanjutan karena sarapan adalah faktor yang dapat dimodifikasi yang dapat ditingkatkan dan diintervensi.
Studi lain dari Reuter, Forster & Brister (2021) bertajuk The influence of eating habits on the academic performance of university students menyebutkan, kebiasaan makan yang sehat berpengaruh positif terhadap prestasi akademik siswa. Meski juga perlu dilihat faktor lain seperti kebiasaan tidur.