KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, sudah ada lebih dari 3.200 kasus cacar monyet dengan satu kematian dilaporkan dalam enam pekan terakhir.
Semua kasus tersebut tersebar di 48 negara. Khusus untuk Afrika Tengah yang menjadi endemik cacar monyet, angka kasus bahkan mencapai 1.500.
Kendati demikian, WHO belum memasukkan cacar monyet ke dalam kategori darurat kesehatan global seperti Covid-19.
Baca juga: Gejala Cacar Monyet dari Hari ke Hari Menurut Kemenkes
Dibandingkan cacar lainnya, gejala cacar monyet disebut lebih ringan, dikutip dari Washington Post.
Setelah masa inkubasi selama satu sampai dua minggu, penyakit ini biasanya menunjukkan gejala demam, nyeri otot, kelelahan dan gejala mirip flu lainnya.
Tidak seperti cacar lainnya, cacar monyet juga menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening.
Baca juga: Gejala Cacar Monyet dari Hari ke Hari Menurut Kemenkes
Dalam beberapa hari setelah demam, pasien mengalami ruam, seringkali dimulai pada wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Kondisi tersebut kemudian tumbuh menjadi pustula berisi cairan yang membentuk keropeng. Apabila terbentuk pada mata, maka dapat menyebabkan kebutaan.
Menurut WHO, cacar monyet biasanya berlangsung selama dua hingga empat minggu.
Kematian lebih tinggi di antara anak-anak dan dewasa muda, sementara orang-orang yang sistem kekebalannya terganggu sangat berisiko terkena penyakit parah.
Berbeda dari Covid-19, cacar monyet tidak mudah menyebar di antara manusia.
Kontak dengan virus dari hewan, manusia atau benda yang terkontaminasi adalah jalur utama.
Virus masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang rusak, saluran pernapasan atau selaput lendir di mata, hidung atau mulut.
Baca juga: WHO Belum Tetapkan Status Cacar Monyet Jadi Darurat Kesehatan Global