Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/06/2022, 08:56 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini, Harian Kompas berusia 57 tahun setelah resmi terbit pertama kali pada tahun 1965.

Kelahiran Harian Kompas tak bisa dilepaskan dari sosok Bung Karno.

Presiden pertama Republik Indonesia itu yang memberi usulan nama "Kompas".

Baca juga: Berikut Sejarah dan Asal-usul Nama Kompas

Berikut ini sejarah Harian Kompas:

Dari Bentara Rakyat ke "Kompas"

Sejarah dimulai pada April 1965.

Menteri atau Panglima Angkatan Darat Letjen Achmad Yani mengusulkan kepada Drs Frans Seda, Ketua Partai Katolik, agar partainya memiliki sebuah media.

Dalam buku P.K Ojong Hidup Sederhana Berpikir Mulia karya Helen Ishwara, usulah Acham Yani itu hampir saja tak terealisasi.

Membuat media pada saat itu tak semudah saat ini. Sebab diperlukan perizinan ketat dan berlapis.

Frans Seda kemudian menghubungi dua rekan yang berpengalaman menangani media massa, yakni Petrus Kanisius (PK) Ojong dan Jakob Oetama, yang dua tahun sebelumnya mendirikan majalah "Intisari".

Pemimpin Umum Kompas, Jakob Oetama (kanan) mendampingi Menteri Penerangan Harmoko dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan (tak tampak) saat peresmian bangunan rumah kudus Bentara Budaya Jakarta, 26 Juni 1986.KOMPAS/HASSANUDDIN ASSEGAF Pemimpin Umum Kompas, Jakob Oetama (kanan) mendampingi Menteri Penerangan Harmoko dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan (tak tampak) saat peresmian bangunan rumah kudus Bentara Budaya Jakarta, 26 Juni 1986.

Jakob Oetama sebelumnya menjabat sebagai redaktur mingguan "Penabur" dan PK Ojong pemimpin redaksi mingguan "Star Weekly".

Kemudian, dibentuklah sebuah yayasan untuk menerbitkan koran tersebut.

Yayasan itu dinamai Bentara Rakyat, koran yang akan diterbitkan tersebut juga akan diberi nama yang sama.

Nama Bentara, kata Seda, dipilih untuk memenuhi selera orang Flores karena majalah Bentara sangat populer di sana.

Sedangkan imbuhan "Rakyat" dipilih untuk mengimbangi Harian Rakyat yang berhaluan komunis, untuk menunjukkan bahwa rakyat bukan monopoli Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pengurus yayasan terdiri dari I.J. Kasimo (ketua), Drs. Frans Seda (wakil ketua), F.C. Palaunsuka (penulis I), Drs. Jakob Oetama (penulis II), dan Mr. Auwjong Peng Koen (bendahara).

Baca juga: Tutup Usia, Ini Sosok Jakob Oetama Menurut Redaktur Harian Kompas

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com