Penulis: Alifia Putri Yudanti & Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Perkembangan zaman adalah salah satu fenomena yang tak dapat dihindari. Agar tetap teguh pada prinsip hidup, diperlukan kiat-kiat–yang pastinya membutuhkan tekad–untuk memulainya.
Salah satu elemen penting di era modern ini adalah berpikir kritis (critical thinking). Kritis sering kali diasosiasikan dengan melawan arus dan menyangkal seluruh argumen yang ada.
Padahal, dari etimologi katanya, yaitu kritikos (bahasa Yunani), ia memiliki makna tak hanya menunjukkan kesalahan tapi juga memberi solusi.
“Berpikir kritis diperlukan agar kita bisa berpegang teguh dengan tujuan hidup yang terus diperjuangkan,” jelas Yogie Pranowo, Peneliti dan Dosen Filsafat, dalam siniar Obsesif bertajuk "Saring Sebelum Sharing, Kritis dalam Era Post-truth".
Untuk mencapainya, pasti terdapat hambatan, baik dari faktor eksternal maupun internal, seperti kelemahan atau kekurangan diri, godaan dari lingkungan dan orang lain, serta kultur yang sangat cepat berubah.
Pada masa sekarang, kultur kita beralih ke dunia digital. Terkadang, hal itu membuat kita lupa akan identitas diri karena kecanduan memanfaatkan teknologi. Oleh karenanya, daya kritis diperlukan agar manusia dapat menentukan tujuan tanpa harus melibatkan mesin-mesin algoritma.
Selain mesin, manusia juga dapat berubah karena terbawa arus masyarakat. Sering kali kita terlena dengan hal-hal yang viral di media sosial sehingga takut untuk ketinggalan setiap detiknya.
Pada akhirnya, kita tak menikmati hidup karena terpapar gengsi sosial dan fear of missing out (FOMO).
Baca juga: Stres Tak Kunjung Mendapat Pekerjaan? Simak Tips Berikut!
Manusia adalah makhluk yang kompleks. Agar mampu berpikir kritis, kita harus memiliki kesadaran terhadap tujuan hidup.
Meskipun berpikir kritis tampak sangat teoretis, kenyataannya ia adalah ilmu yang harus dipraktikkan. Dari situ, perlahan-lahan kita bisa menempatkan akal sehat (rasio) dan perasaan (emosi).
Yang perlu dilakukan pertama kali untuk melatih kita berpikir kritis adalah refleksi diri. Refleksi diri diperlukan agar kita kembali lagi dengan tujuan hidup. Latihlah diri untuk berefleksi dengan mempertanyakan setiap tindakan yang dilakukan; apakah berdampak baik atau buruk?
Menulis catatan kecil sebelum tidur juga merupakan salah satu upaya refleksi diri. Dengan menulis, kita akan mengevaluasi apa yang telah terjadi pada hari itu. Selain itu, kesadaran juga akan tercipta karena kita bisa melihat proses hidup melalui tulisan pada lembaran-lembaran kertas.
Hal kedua yang perlu dilakukan adalah bersikap rendah hati terhadap diri sendiri dan orang lain. Saat berdiskusi, pastinya kita juga akan menghadapi opini orang lain yang terkadang berseberangan.
Oleh karenanya, rendah hati dapat membuat kita lebih menghargai setiap informasi dan opini yang diterima.