Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tak Pakai Angka Kematian Covid-19, Apa Alasannya?

Kompas.com - 13/08/2021, 18:15 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah tidak memakai sementara angka kematian Covid-19 sebagai indikator penentuan level PPKM.

Hal ini Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, saat mengumumkan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (9/8/2021).

Ia beralasan adanya masalah dalam input data yang disebabkan akumulasi dari kasus kematian di beberapa minggu sebelumnya.

"Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang. Sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian," kata Luhut.

Baca juga: Alasan Angka Kematian Covid-19 Penting dan Seharusnya Tak Dihapus...

Laporan terlambat

Juru Bicara Kemenko Marves Jodi Mahardi menejelaskan kepada masyarakat bahwa ada penyebab distorsi penilaian ini karena banyaknya pelaporan yang terlambat.

"Banyak angka kematian yang ditumpuk dan dicicil pelaporannya, sehingga dilaporkan jadi terlambat," kata Jodi, dikutip dari Instagram Kemenko Marves.

Keterlambatan pelaporan ini, menurut Jodi, membuat data angka kematian Covid-19 menjadi bias.

"Jadilah terjadi distorsi atau bias sehingga sulit menganalisis nilai perkembangan suatu daerah. Hal serupa juga terjadi pada kasus aktif karena banyak kasus sembuh yang belum terlaporkan," lanjut dia.

Clean up data

Pihaknya mengatakan akan segera melakukan perbaikan data melalui pembentukan tim khusus.

"Pemerintah akan mengambil langkah-langkah perbaikan untuk memastikan data yang akurat. Kita sudah lakukan clean up data dan diturunkan tim khusus untuk mengatasi ini," tutur Jodi.

Sampai menunggu perbaruan data, pihaknya sementara ini tidak memasukkan angka kematian pada indikator penilaian level PPKM.

Adapun pemerintah menggunakan lima indikator lain untuk asesmen level PPKM, meliputi:

  1. Keterisian Tempat Tidur (BOR)
  2. Kasus konfirmasi
  3. Perawatan di rumah sakit
  4. Tracing dan testing
  5. Kondisi sosio-ekonomi masyarakat

Baca juga: Vaksin Efektif Cegah Seseorang Alami Keparahan dan Kematian akibat Covid-19

Tanggapan epidemiolog

Diberitakan Kompas.com, Rabu (11/8/2021), Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan bahwa kebijakan tidak memakai sementara angka kematian sebagai indikator dirasa kurang tepat.

Alibi data kematian yang menumpuk dan menimbulkan ketidakakuratan, menurut Dicky, seharusnya tidak membuat pemerintah menghilangkannya begitu saja.

Data kematian tersebut cukup diperbaiki dengan secepat dan seakurat mungkin tanpa perlu menghilangkannya.

"Seperti yang sering saya katakan, manajemen data ini kita harus terus tingkatkan karena stastitik kematian itu penting untuk menginformasikan tentang bagaimana perjalanan atau performa kebijakan kesehatan strategi pandemi," tutur Dicky.

Sebaliknya, kata Dicky, pemerintah harus memahami bahwa tujuan utama pengendalian pandemi salah satunya adalah untuk meminimalisir angka kematian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

Tren
Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Tren
Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli 'Cash', Ini Faktanya

Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli "Cash", Ini Faktanya

Tren
Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Tren
Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Tren
Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Tren
Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Tren
Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Tren
Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Tren
8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

Tren
Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Tren
Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Tren
Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com