Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Distribusi Vaksin Covid-19 AstraZeneca Ditunda, Ini Penjelasan Kemenkes

Kompas.com - 16/03/2021, 18:30 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memutuskan untuk menunda sementara penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca.

Pihaknya masih menunggu hasil penelitian dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait efek samping dari vaksin.

"Sampai saat ini berita yang kami terima dari WHO mereka masih meneliti, kita juga terima dari MHRA itu BPOM-nya UK, dan EMA itu European Medical Authority, mereka sekarang belum mengkonfirmasi apakah ini ada korelasinya karena vaksin atau tidak," kata Budi dalam Rapat Kerja di Komisi IX DPR RI, Jakarta, Senin (15/3/2021).

Apa alasan penundaan penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca ini? Berikut penjelasan dari Kementerian Kesehatan.

Baca juga: Tanggapan Epidemiolog dan Daftar Negara yang Menangguhkan Vaksin Covid-19 AstraZeneca...

Alasan kehati-hatian

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemerintah saat ini melakukan penundaan distribusi vaksin Covid-19 AstraZeneca.

Nadia mengatakan, penundaan distribusi tersebut dilakukan karena alasan kehati-hatian.

"Artinya, kami mengikuti apa yang menjadi arahan dari Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan)," kata Nadia, dalam konferensi pers Perkembangan Vaksinasi COVID-19 yang disiarkan di kanal YouTube Kemenkes, Selasa (16/3/2021).

Cek kembali penerima vaksin

Menurut Nadia, saat ini BPOM, bersama dengan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan para ahli, tengah memeriksa kembali kriteria-kriteria penerima vaksin Covid-19, khususnya untuk vaksin AstraZeneca.

"Apakah kriteria-kriteria penerima vaksin yang tadinya sudah dikeluarkan, yang ditujukan untuk penggunaan vaksin dari Sinovac maupun Bio Farma ini, juga akan sama kriterianya dengan vaksin yang akan kita gunakan yaitu vaksin AstraZeneca," ujar Nadia.

Dia menambahkan, sembari proses pemeriksaan kriteria tersebut berjalan, Kemenkes juga melakukan pengecekan mutu vaksin AstraZeneca secara fisik, sebelum nantinya didistribusikan ke fasyankes tempat pelaksanaan vaksinasi.

Baca juga: 17 Negara Termasuk Indonesia Tangguhkan Vaksin AstraZeneca, Ada Apa?

Kasus penggumpalan darah

Sebelumnya diberitakan, sejumlah negara di Eropa menunda penggunaan vaksin AstraZeneca, karena temuan kasus-kasus penggumpalan darah pada penerima vaksin di wilayah tersebut.

Nadia mengatakan, pada 11 Maret lalu, Europe Medicine Association (EMA) dan Badan POM Inggris telah mengeluarkan klarifikasi bahwa tidak ada hubungan antara terjadinya penggumpalan darah dengan penyuntikan vaksin AstraZeneca

"Kalau kita melihat dari data yang ada, saat ini sudah 17 juta orang mendapatkan vaksin AstraZeneca ini, di mana kasus penggumpalan darah dilaporkan sebanyak 40 kasus," kata Nadia.

"Jadi sebenarnya kasusnya sangat kecil, yang pertama. Kedua sebenarnya tidak ada hubungannya dengan vaksin AstraZeneca ini," ujar dia.

Vaksin ditangguhkan

Budi mengatakan, informasi yang diterimanya sejauh ini bahwa pembekuan darah tidak disebabkan vaksin Covid-19 AstraZeneca.

Namun, Kemenkes dan BPOM memilih menunda sementara penggunaannya.

"Untuk konservativismenya, BPOM menunda dulu implementasi AstraZenca sambil menunggi konfirmasi dari WHO. Mudah-mudahan dalam waktu singkat dapat keluar, karena memang betul yang AstraZeneca ini ada expired period di akhir Mei," ujar dia.

Baca juga: AstraZeneca Klaim Vaksinnya Tak Sebabkan Penggumpalan Darah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tren
5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

Tren
BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

Tren
90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

Tren
Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Tren
Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com