KOMPAS.com - WhatsApp menjadi aplikasi pesan instan yang paling banyak digunakan di dunia, termasuk di Indonesia.
Namun, aplikasi yang satu ini juga rawan dibajak oleh pihak lain, dengan berbagai cara dan modusnya.
Kita pasti sudah sering mendengar bahwa ada WhatsApp teman, saudara, atau bahkan akun kita sendiri yang diambil alih atau dibajak oleh pihak lain.
Baca juga: 6 Cara Membuat Format Tulisan Unik di WhatsApp
Bagian Ditreskrimsus Polda Metro Jaya memberikan penjelasan mengenai kejahatan yang satu ini dalam bincang berjudul "Waspada WhatsApp Hijacking!" yang diunggah di akun YouTube Siber TV, Senin (15/3/2021).
Dalam perbincangan tersebut, Kasubdit Tipid Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Dani Aryanda dan Kepala Unit V Subdirektorat IV/Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Kompol Immanuel Tobing hadir sebagai narasumbernya.
Mereka menjelaskan, berdasarkan pengungkapan yang selama ini dilakukan, ada sejumlah cara yang biasa digunakan oleh pelaku pembajakan atau hijacking untuk membobol akun targetnya.
Baca juga: Benarkah WhatsApp GB atau WhatsApp Mod Bisa Curi Data Pengguna?
Setidaknya ada dua modus yang paling banyak digunakan oleh para pelaku kejahatan siber untuk membobol sebuah akun, termasuk WhatsApp.
1. Menggunakan teknologi
Ada teknologi-teknologi tertentu yang dikuasai oleh para pembajak untuk bisa mendapatkan akun targetnya.
"Teknologi itu bisa berupa aplikasi maupun semacam back door-lah yang diciptakan oleh para hacker," kata Kompol Immanuel.
Baca juga: Hacker asal Sleman Raup Rp 31,5 Miliar dengan Meretas Perusahaan di AS
2. Pishing
Cara kedua adalah melalui modus yang dikenal sebagai pishing atau merayu.
Cara ini melibatkan peran dari si pemilik akun, jadi tidak hanya hasil kerja si pembajak saja.
Biasanya, orang akan diminta mengirimkan kode OTP 6 digit kepada pelaku dengan berbagai cara.
Baca juga: Hati-hati Penipuan, Jangan Berikan Kode OTP kepada Siapa Pun!
Kebanyakan, pelaku memanfaatkan waktu lengah atau repot si korban. Misalnya di waktu tidur atau di saat bekerja.