KOMPAS.com – Sejumlah aksi unjuk rasa seruan global untuk mengakhiri aksi kekerasan pada perempuan dilakukan di sejumlah wilayah Eropa pada Rabu pekan lalu, 25 November 2020.
Para aktivis di berbagai negara Eropa ini meminta para pemimpin dunia menghentikan pelecehan terhadap perempuan yang situasinya dinilai memburuk selama pandemi virus corona.
Aksi protes ini dilakukan oleh sejumlah aktivis dari Perancis hingga Ukraina.
Protes dilakukan bertepatan pada Hari Penghapusan Kekerasan Perempuan Internasional.
Peringatan tersebut bertujuan untuk menarik perhatian banyak orang mengenai kekerasan dalam rumah tangga.
Melansir AP News, dari data Perserikatan Bangsa-Bangsa, hingga data sejumlah negara baik Uni Eropa, Perancis dan Inggris, statistik menunjukkan bahwa pandemi meningkatkan kekerasan kepada perempuan.
“Kekerasan pria kepada wanita juga merupakan pandemi yang terjadi sebelum virus dan akan bertahan lebih lama darinya,” ujar Phumzile Mlambo-Ngcuka, direktur eksekutif badan Wanita PBB.
Ia mengatakan, tahun ini ada banyak laporan mengenai KDRT, cyber bullying, pernikahan anak, pelecehan seksual, dan kekerasan seksual.
Baca juga: PBB: Covid-19 Memperburuk Kekerasan terhadap Perempuan
Berikut ini sejumlah aksi yang menyuarakan penghentian kekerasan terhadap perempuan di sejumlah negara:
Di Roma, Italia, massa melakukan aksi di Kantor Perdana Menteri dengan menggelar spanduk merah menuntut diakhirinya kekerasan terhadap perempuan.
Menurut data, kasus KDRT meningkat saat diberlakukan lockdown di Italia karena pandemi virus corona.
“Karena pembatasan, secara tidak sengaja menciptakan tekanan yang mendalam yang menyebabkan meningkatnya episode kekerasan dalam rumah tangga,” kata Perdana Menteri Giuseppe Conte dalam diskusi mengenai masalah kekerasan pada perempuan dikutip dari AP News.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Italia, mengutip data dari Badan Statistik Nasional ISTAT menyebutkan, selama penguncian, ada banyak laporan KDRT yang meningkat 75 persen dibanding saat 2019.
Menurut data pada Maret dan Juni 2020, panggilan berkaitan dengan kekerasan juga meningkat menjadi 119,6 persen.
Sejumlah aktivis perempuan melakukan protesnya termasuk melakukan aksi dengan bertelanjang dada di Ukraina.