KOMPAS.com - Aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang digelar beberapa waktu lalu melibatkan massa yang tidak sedikit dan di antaranya berujung kisruh dan munculnya tindakan kekerasan.
Tindak kekerasan itu ada yang dilakukan oleh pengunjuk rasa bahkan aparat yang bertugas.
Koalisi Reformasi Sektor Keamanan yang merupakan gabungan dari Kontras, Imparsial, Amnesty Internasional Indonesia, Public Virtue Institute, LBH Jakarta, Setara Institute, HRWG, Elsam, PBHI, LBH Masyarakat, Pil-Net, ICW dan LBH Pers mencatatnya.
Baca juga: Mengapa Aksi Demonstrasi di Indonesia Identik dengan Bakar-bakar di Tengah Jalan?
Mereka melihat adanya sikap berlebihan dari aparat kepolisian dalam menangani aksi demonstrasi UU Cipta Kerja.
Bahkan koalisi ini mengecam tindakan brutal kepolisian dan menyebut mereka kembali menunjukkan sikap militeristik.
Khususnya pada aksi unjuk rasa di berbagai daerah yang digelar pada 6-8 dan 13 Oktober 2020.
Salah satu tindakan berlebihan yang dimaksud adalah yang terjadi di Kwitang, Pasar Senen, Jakarta Pusat, Selasa (13/10/2020).
Saat itu, anggota kepolisian menembakkan gas air mata pada warga saat tidak ada ancaman yang signifikan, sehingga dipertanyakan mengapa kekuatan itu dipergunakan.
Di sana warga pun disebutkan mereka menjadi korban.
Baca juga: Aksi Demo Penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di 9 Daerah Berlangsung Ricuh, Mana Saja?