KOMPAS.com - Penyebaran virus corona masih menimbulkan keresahan di hampir seluruh negara di dunia.
Meski aktivitas perlahan kembali berjalan, banyak yang berubah dalam keseharian.
Pemerintah masih melakukan upaya penanganan virus penyebab Covid-19 ini. Masyarakat diminta disiplin melakukan protokol pencegahan penularan Covid-19.
Laporan adanya infeksi virus corona jenis baru dilaporkan di Wuhan, China, pada 31 Desember 2019. Artinya, sudah sekitar 205 hari virus ini menyebar.
Ratusan hari berjalan, belum ada tanda penurunan angka infeksi harian, meski titik episentrum virus telah bergeser, dari China menuju Eropa kemudian Amerika Latin.
Bahkan, dalam sepekan terakhir, data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan rekor tambahan kasus baru tertinggi dalam 24 jam sebanyak 237.734 kasus infeksi pada 18 Juli 2020.
Selain itu, hampir 1 juta kasus baru dilaporkan dalam waktu 100 jam atau 4 hari pada periode 14-18 Juli 2020.
Pada Rabu (22/7/2020) malam, menurut data Worldometers, angka infeksi virus corona secara global telah mencapai 15 juta kasus dengan 622.365 kematian,dan 9,1 juta pasien dinyatakan sembuh.
Kendati demikian, perdebatan mengenai bahaya atau tidaknya virus corona terus bergulir hingga detik ini.
Benarkah virus corona tak semengerikan itu, seperti sempat ramai di media sosial beberapa hari ini?
Awalnya, virus corona disebut hanya bisa menular melalui tetesan atau droplet penderita yang dikeluarkan ketika batuk atau bersin.
Akan tetapi, penelitian terbaru menunjukkan bahwa Covid-19 dimungkinkan bisa bertahan di udara dan menular.
Sempat terjadi perdebatan panjang antara WHO dan sejumlah ilmuwan dunia hingga akhirnya potensi penularan melalui aerosol itu diakui WHO pada 9 Juli 2020.
Temuan baru itu kembali menegaskan bahwa potensi penularan Covid-19 sangat besar, khususnya di ruangan tertutup dan kerumunan massa.