Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Kasus Virus Corona di Indonesia dan Pentingnya Data Pasien Covid-19...

Kompas.com - 30/05/2020, 14:03 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Data soal pasien Covid-19 di Indonesia, seperti gejala yang dialami, penyakit penyerta, usia, dan lain-lain masih minim.

Misalnya, data gejala dan penyakit penyerta pada pasien Covid-19 yang dipublikasi di laman covid19.go.id, baru data 7 persen pasien.

Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan, dengan data yang lengkap, banyak hal yang bisa diungkap seperti pola penularan, dan lain-lain, sehingga bisa menetapkan strategi penanganan yang tepat sesuai dengan pola penyakit dan pola gejala mayoritas di Indonesia.

"Kita bisa melihat setiap negara ada gejala keluhan utamanya itu ada yang demam, ada yang ternyata keluhan utamanya yaitu berupa gangguan penciuman misalnya. Atau, di kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, bisa jadi ada hal-hal yang sifatnya karakteristik/khas unik di wilayah tersebut," kata Dicky Budiman, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (30/5/2020).

Baca juga: Gejala Apa yang Paling Sering Dirasakan Pasien Covid-19 di Indonesia?

Menurut dia, untuk mengetahui hal tersebut maka perlu dilakukan kajian, analisa, dan penggalian datanya.

Untuk melakukannya, pemerintah bisa melibatkan para tenaga medis.

"Pemerintah bisa bekerja sama dengan IDI, dengan persatuan dokter spesialis. Terutama dalam kaitannya dengan pandemi ini, saya sarankan kerja sama lah dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan dokter obgyn (spesialis kebidanan & kandungan Indonesia), dengan dokter kulit, bahkan bisa dengan ikatan dokter jiwa atau psikiatri Indonesia," kata Dicky.

Dengan kerja bersama, menurut Dicky, bisa didapatkan data-data versi Indonesia yang mencakup karakteristik penularan virus corona di Tanah Air.

Data-data ini merupakan aset yang berharga di masa depan.

"Tidak hanya saat ini, tapi juga nanti untuk bekal pandemi kita selanjutnya, karena ini bukan pandemi kita yang terakhir," jelas Dicky

Perlu dibuka kepada publik

bPetugas kesehatan mengambil sampel swab lendir tenggorokan dan hidung di halaman RS Pertamina Jaya, Jakarta Timur, Selasa (5/5/2020). RS Pertamina Jaya dikhususkan untuk menangani pasien virus corona dengan gejala berat dan dilengkapi dengan Command Center dimana 65 Rumah Sakit BUMN di seluruh Indonesia terkoneksi. Sedangan Hotel Patra Comfort sebagai Rumah Sakit Darurat Covid-19 disiagakan untuk menampung pasien corona.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG bPetugas kesehatan mengambil sampel swab lendir tenggorokan dan hidung di halaman RS Pertamina Jaya, Jakarta Timur, Selasa (5/5/2020). RS Pertamina Jaya dikhususkan untuk menangani pasien virus corona dengan gejala berat dan dilengkapi dengan Command Center dimana 65 Rumah Sakit BUMN di seluruh Indonesia terkoneksi. Sedangan Hotel Patra Comfort sebagai Rumah Sakit Darurat Covid-19 disiagakan untuk menampung pasien corona.
Jika ada data yang spesifik dan lengkap,  kata Dicky, seharusnya juga disampaikan secara terbuka kepada publik agar masyarakat lebih berhati-hati.

"Termasuk perlu juga disampaikan kepada pemerintah daerah, sebelum mereka misalnya memutuskan kebijakan membuka sekolah kan harus mendapat juga masukan dari klinisi (misalnya dokter anak)," kata Dicky.

Menurut dia, penyajian data pasien secara lengkap sangat bermanfaat. Namun, ia menekankan, hal ini hanya terkait data terkait Covid-19, bukan identitas pribadi pasien.

"Tetapi data demografik (bagaimana sebaran lokasinya) symptom atau keluhan utama yang umumnya timbul, nanti bisa dilengkapi juga dengan per individu itu. Kita bisa lihat dari mulai dia dugaan kontak, sampai dugaan terjadinya gejala awal, sampai dia akhirnya masuk rumah sakit," kata Dicky.

Melalui data-data ini, dapat diketahui pula berapa lama waktu yang dibutuhkan di Indonesia dari sejak seseorang terpapar hingga timbulnya gejala.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

6 Tanda yang Menunjukkan Seseorang Cerdas Tanpa Berbicara

6 Tanda yang Menunjukkan Seseorang Cerdas Tanpa Berbicara

Tren
Badai Matahari Besar Picu Kemunculan Aurora di Inggris sampai AS, Apa Dampaknya?

Badai Matahari Besar Picu Kemunculan Aurora di Inggris sampai AS, Apa Dampaknya?

Tren
Mengenal Kondisi Thalasemia, Berikut Penyebab dan Gejalanya

Mengenal Kondisi Thalasemia, Berikut Penyebab dan Gejalanya

Tren
Media Asing Ramai-ramai Soroti Rasisme Oknum Suporter Indonesia ke Guinea

Media Asing Ramai-ramai Soroti Rasisme Oknum Suporter Indonesia ke Guinea

Tren
Pajak Makanan Dibayar Restoran atau Pembeli? Ini Penjelasan Ekonom

Pajak Makanan Dibayar Restoran atau Pembeli? Ini Penjelasan Ekonom

Tren
Alasan Komisi X soal Anggota DPR Dapat Kuota KIP Kuliah

Alasan Komisi X soal Anggota DPR Dapat Kuota KIP Kuliah

Tren
Kebun Binatang di China Ubah Anjing Menyerupai Panda, Tuai Kecaman Pengunjung

Kebun Binatang di China Ubah Anjing Menyerupai Panda, Tuai Kecaman Pengunjung

Tren
Buntut Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Kemenhub Tuntut ASN Jaga Etika

Buntut Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Kemenhub Tuntut ASN Jaga Etika

Tren
Pekerjaan untuk Juru Parkir Liar Minimarket

Pekerjaan untuk Juru Parkir Liar Minimarket

Tren
Benarkah Kenaikan UKT Belakangan karena Campur Tangan Pemerintah?

Benarkah Kenaikan UKT Belakangan karena Campur Tangan Pemerintah?

Tren
Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

Tren
Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Tren
Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli 'Cash', Ini Faktanya

Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli "Cash", Ini Faktanya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com