Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Korea Selatan Lacak Klaster Covid-19: Kumpulkan Data Ponsel hingga Rekaman CCTV

Kompas.com - 17/05/2020, 20:40 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Korea Selatan menggunakan data digital untuk bisa melacak orang-orang yang terhubung dengan salah satu klaster penyebaran Covid-19 terbaru, yakni kluster klub malam.

Data digital itu berupa data ponsel, data kartu kredit, dan rekaman CCTV telah disisir oleh pihak berwenang negara itu untuk mengidentifikasi orang-orang yang berkunjung ke klub malam yang ada di Itaewon, Seoul, salah satu tempat persebaran Covid-19 terbesar baru-baru ini di sana.

"Kami menggunakan informasi stasiun telekomunikasi dan transaksi kartu kredit dari klub malam untuk mengidentifikasi 1.982 dari mereka yang tidak terdata," kata pejabat kementerian kesehatan Yoon Tae-ho, dilansir dari ABC, Rabu (13/5/2020).

Baca juga: Sempat Melandai, Kasus Corona di Korea Selatan Kembali Melonjak, Ini Penyebabnya...

Telah melacak ribuan orang dari klaster klub malam

Sebenarnya, otoritas kesehatan Korea Selatan telah melacak dan menguji ribuan orang yang terhubung dengan klub tersebut dan lingkungan di sekitarya, tetapi mereka ingin menemukan lebih banyak lagi orang untuk diidentifikasi.

Setidaknya, terdapat lebih dari 100 kasus yang dikaitkan dengan kluster klub malam tersebut. Hal itu tentu menimbulkan ketakutan tersendiri akan datangnya gelombang kedua di negara yang sebelumya dianggap berhasil dalam mengelola krisis ini.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC), Selasa (12/5/2020) menemukan 102 orang yang terkait dengan klaster klub malam, positif Covid-19.

Walikota Seoul Park Won-soon mengatakan 7.272 orang telah diuji sehubungan dengan gugusan itu, termasuk anggota keluarga atau rekan kerja dari para pengunjung klub.

Sementara yang teridentifikasi sebanyak 10.905 orang, namun belum semuanya dilakukan tes.

Hindari diskriminasi dan stigmatisasi

Kasus pertama yang terjadi di kluster itu terjadi di sebuah klub malam yang disebut-sebut menjadi tempat berkumpulnya kaum homoseksual. Hal ini kemudian memicu kekhawatiran kaum LGBT akan mendapatkan diskriminasi.

Ini bukannya tidak mungkin, karena homoseksualitas di tengah masyarakat Korea Selatan masihlah menjadi hal yang dianggap tabu.

Baca juga: Klaster Baru Virus Corona Korea Selatan Muncul dari Klub di Seoul

Untuk mencegah potensi ini, kelompok Hak Asasi Manusia Amnesty Internasional negara itu telah mendesak media dan pihak berwenang untuk melindungi kelompok LGBT dari diskriminasi dan stigmatisasi yang mungkin diarahkan ke mereka.

Sebagai respons atas permintaan itu, pihak berwenang pun mengadakan tes khusus yang disebut sebagai "pengujian anonim" untuk melindungi identitas orang yang diuji, sehingga orang-orang cukup menginformasikan nomor telepon mereka, tanpa menyebutkan nama.

Disebutkan, karena adanya pengujian anonim ini, jumlah orang yang berhasil didapatkan semakin berlipat ganda, karena orang-orang tidak takut lagi identitasnya akan terbongkar.

Dari update di portal Worldometers, Minggu (17/5/2020), Korea Selatan mencatat ada 11.050 kasus infeksi virus corona Covid-19 dengan penambahan 13 kasus terbaru. Dari jumlah tersebut 9.888 dinyatakan sembuh dan 262 orang lainnya meninggal dunia. 

Setelah sempat melonggarkan pembatasan sosial dengan melihat penurunan kasus infeksi corona, Korea Selatan mulai mewaspadai datangnya gelombang kedua infeksi Covid-19 setelah munculnya kasus-kasus positif dari klaster klub maam Itaewon tersebut. 

Baca juga: Warga Korea Selatan Mulai Beraktivitas Normal Setelah Kasus Covid-19 Menurun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Ramai soal Penumpang Mudik Motis Buka Pintu Kereta Saat Perjalanan, KAI Ingatkan Bahaya dan Sanksinya

Ramai soal Penumpang Mudik Motis Buka Pintu Kereta Saat Perjalanan, KAI Ingatkan Bahaya dan Sanksinya

Tren
Israel Membalas Serangan, Sistem Pertahanan Udara Iran Telah Diaktifkan

Israel Membalas Serangan, Sistem Pertahanan Udara Iran Telah Diaktifkan

Tren
Rp 255 Triliun Berbanding Rp 1,6 Triliun, Mengapa Apple Lebih Tertarik Berinvestasi di Vietnam?

Rp 255 Triliun Berbanding Rp 1,6 Triliun, Mengapa Apple Lebih Tertarik Berinvestasi di Vietnam?

Tren
Israel Balas Serangan, Luncurkan Rudal ke Wilayah Iran

Israel Balas Serangan, Luncurkan Rudal ke Wilayah Iran

Tren
Mengenal Rest Area Tipe A, B, dan C di Jalan Tol, Apa Bedanya?

Mengenal Rest Area Tipe A, B, dan C di Jalan Tol, Apa Bedanya?

Tren
Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan Sarjana, Cek Syarat dan Cara Daftarnya!

Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan Sarjana, Cek Syarat dan Cara Daftarnya!

Tren
Eks ART Menggugat, Ini Perjalanan Kasus Mafia Tanah yang Dialami Keluarga Nirina Zubir

Eks ART Menggugat, Ini Perjalanan Kasus Mafia Tanah yang Dialami Keluarga Nirina Zubir

Tren
Mengintip Kecanggihan Dua Kapal Perang Rp 20,3 Triliun yang Dibeli Kemenhan

Mengintip Kecanggihan Dua Kapal Perang Rp 20,3 Triliun yang Dibeli Kemenhan

Tren
Cara Menurunkan Berat Badan Secara Sehat ala Diet Tradisional Jepang

Cara Menurunkan Berat Badan Secara Sehat ala Diet Tradisional Jepang

Tren
10 Manfaat Minum Air Kelapa Murni Tanpa Gula, Tak Hanya Turunkan Gula Darah

10 Manfaat Minum Air Kelapa Murni Tanpa Gula, Tak Hanya Turunkan Gula Darah

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 19-20 April 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 19-20 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Status Gunung Ruang Jadi Awas | Kasus Pencurian dengan Ganjal ATM

[POPULER TREN] Status Gunung Ruang Jadi Awas | Kasus Pencurian dengan Ganjal ATM

Tren
Menlu Inggris Bocorkan Israel Kukuh Akan Respons Serangan Iran

Menlu Inggris Bocorkan Israel Kukuh Akan Respons Serangan Iran

Tren
Erupsi Gunung Ruang pada 1871 Picu Tsunami Setinggi 25 Meter dan Renggut Ratusan Nyawa

Erupsi Gunung Ruang pada 1871 Picu Tsunami Setinggi 25 Meter dan Renggut Ratusan Nyawa

Tren
Menyelisik Video Prank Galih Loss yang Meresahkan, Ini Pandangan Sosiolog

Menyelisik Video Prank Galih Loss yang Meresahkan, Ini Pandangan Sosiolog

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com