Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasa Bosan? Pahami Manfaat dan Cara Menanganinya

Kompas.com - 04/05/2020, 05:12 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rasa bosan seringkali muncul saat menjalani hari-hari, baik saat harus berkegiatan, menjalankan rutinitas, atau bahkan saat tidak dapat melakukan aktivitas apapun.

Mengapa rasa bosan muncul? Apakah merasa bosan itu salah?

Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebosanan seseorang meningkat selama masa kanak-kanak, memuncak pada awal masa dewasa, menurun pada usia 50-an tahun, dan kembali muncul pada usia 60-an, terutama pada wanita.

Baca juga: Profesor UB: Gunakan Strategi Tidak Bosan untuk Tingkatkan Imun

Pandemi corona yang saat ini sedang berlangsung menjadi kontribusi lain di luar kondisi normal yang disebut sebagai "waktu ledak kebosanan".

Pasalnya, sebagian besar waktu harus dihabiskan di rumah meskipun berbagai hiburan tetap dapat diakses melalui internet. 

"Kita tidak seharusnya untuk takut pada rasa bosan," kata Psikolog James Danckert dan Penulis Out of My Skull: The Psychology of Boredom John D Eastwood sebagaimana dikutip The Guardian, Minggu (3/5/2020).

Baca juga: Bosan di Rumah Aja? Coba Ikutan Tantangan Tiru Karya Seni #TussenKunstenQuarantaine dari Galeri Nasional

Penelitian mereka mengungkapkan bahwa kebosanan banyak disalahartikan.

"Saya pikir itu adalah hal yang baik, dalam berbagai aspek. Bagaimana merespons rasa itu juga bergantung pada diri kita sendiri," tutur Danckert.

Danckert dan Eastwood berpendapat bahwa rasa bosan dapat mengarahkan seseorang untuk mewujudkan potensi, hidup secara penuh dan bermakna. 

Baca juga: Bosan dengan Es Teh Manis? Resep Teh Geulis yang Praktis untuk Berbuka Puasa

Distraksi teknologi 

Danckert dan Eastwood enggan menyalahkan masalah kebosanan yang dimiliki saat ini karena teknologi saja. 

Namun, teknologi memang disebut memberi sebuah distraksi yang kuat.

Teknologi membuat orang lebih mudah untuk mengalihkan diri dari kebosanan. Akan tetapi, kondisi ini juga dapat memperburuk kebosanan.

Ada "paradoks pilihan" yang tersedia melalui teknologi dan tidak benar-benar membebaskan seseorang dari rasa bosan. 

Baca juga: Kabar Baik, 7 Pasien Positif Corona di Kalsel Sembuh

"Butuh waktu dan fokus yang lama untuk sekadar melihat-lihat unggahan Instagram atau bermain Candy Crush. Akan tetapi, pada akhirnya, Anda tidak puas karena tidak melakukan upaya lebih untuk mencari tahu apa yang sebenarnya diinginkan. Ini adalah lingkaran setan," jelas Eastwood. 

Terbiasa dengan kondisi batin diri sendiri dapat menghilangkan ketidaknyamanan. Mindfulness, juga dikaitkan dengan tingkat kebosanan yang lebih rendah. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com