Oleh: Dra Paula Tjatoerwidya Anggarina, MM
PENYEBARAN penyakit Covid-19 yang begitu cepat telah membuat seluruh negara bergerak sedemikian rupa untuk menangani masalah ini.
Indonesia pun tak lepas dari masalah ini, penyebaran virus corona sudah sampai di Tanah Air. Berdasarkan berita Kompas.com, Presiden Joko Widodo mendadak melakukan jumpa pers, Senin (2/3/2020) siang.
Wartawan diminta menuju teras Istana Merdeka oleh staf Biro Pers Sekretariat Presiden. Kemudian Presiden Jokowi pun datang, didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Sambil memegang sebuah catatan, di awal jumpa pers, Presiden Jokowi menjelaskan mengenai sejumlah upaya pemerintah mengantisipasi penyebaran virus corona di Tanah Air. Salah satunya menjaga 135 pintu masuk negara, baik darat, laut, maupun udara.
Di tengah-tengah jumpa pers, Jokowi menjelaskan bahwa ada warga negara Jepang berdomisili di Malaysia yang belum lama ini datang ke Indonesia, lalu kembali ke Malaysia dan dinyatakan positif corona.
Jokowi menyebut WN Jepang itu kontak dengan seorang perempuan 31 tahun dan ibunya, 64 tahun. Kementerian Kesehatan pun langsung melakukan uji laboratorium terhadap spesimen keduanya.
"Setelah dicek, dan tadi pagi saya mendapatkan laporan dari Pak Menkes bahwa ibu dan putrinya positif corona," kata Jokowi.
Pengumuman Presiden Jokowi pastinya mengejutkan publik. Kabar pasien pertama Covid-19 merupakan situasi luar biasa yang diprediksi akan berdampak besar pada seluruh aspek kehidupan.
Berkaca pada peristiwa yang terjadi, bagaimana seorang pemimpin mengomunikasikan situasi krisis kepada publik?
Ketika situasi krisis diumumkan, pastilah akan berdampak pada melebarnya kepanikan. Di sinilah pentingnya seorang pemimpin dan komunikasi yang harus dibangun untuk menghadapi krisis yang menghantam.
Marra (1997) menyatakan, "Banyak taktik public relations konvensional yang diterima, tidak berkontribusi untuk mengelola krisis dengan baik. Pola pikir krisis publik saat ini harus digantikan salah satunya adalah memungkinkan manajer berlatih public relations."
Sebagai mahasiswa JE Grunig di University of Maryland, Marra, memosisikan teorinya dalam teori keunggulan public relations (PR).
"Meskipun studi Excellence tidak secara khusus mengatasi krisis oleh PR, banyak kajian literatur dan temuan yang berlaku untuk mengembangkan teori dalam krisis."
Untuk menjadi sangat baik, Marra percaya bahwa krisis yang dihadapi PR harus strategis, memiliki fokus simetris dua arah, memiliki wewenang untuk bertindak cepat serta praktisi PR senior harus menjadi anggota koalisi dominan dan melapor langsung kepada chief executive officer (Marra, 1998).
Krisis mengancam sistem fisik suatu organisasi (Pauchant & Mitroff, 1992). Dalam rangka untuk menggabungkan komunikasi krisis menjadi kerangka yang lebih strategis, sejumlah peneliti mengategorikan fungsi ini sebagai manajemen krisis.
Pearson dan Clair (1998) mendefinisikannya sebagai upaya sistematis untuk menghindari krisis organisasi atau untuk mengelola krisis yang terjadi.
Untuk mencapai kondisi tersebut, organisasi menerapkan rencana manajemen krisis yang terdiri dari berbagai proses penuh pemikiran dan langkah mengantisipasi sifat kompleks krisis (Caywood & Stocker, 1993). Termasuk dalam langkah tersebut adalah penunjukan tim krisis, proses komunikasi, penilaian pemangku kepentingan, prakarsa hubungan media, dan evaluasi pasca-krisis.
Kepemimpinan adalah tentang mengatasi perubahan, menetapkan arah, menyelaraskan orang, memotivasi dan menginspirasi-menjaga orang untuk bergerak ke arah yang benar, meskipun hambatan utama untuk berubah sering muncul jika dikaitkan dengan kebutuhan manusia, nilai, dan emosi (Kotter, 1999).
Untuk organisasi, kepemimpinan sering dianggap sebagai faktor paling kritis dalam menentukan keseluruhan keberhasilan atau kegagalan (Bass, 1999).
Menurut Grunig (1992), "pemimpin yang sangat baik memberikan visi dan arahan untuk organisasi, menciptakan ketertiban keluar dari kekacauan."
Selama peristiwa krisis, pemimpin organisasi menjadi katalis keberhasilan atau batu kilangan kegagalan. Krisis adalah tentang ketidakpastian dan ketakutan.
Kepemimpinan adalah tentang antisipasi, visi, fleksibilitas dan pemberdayaan (Byrd, 1987). Oleh karena itu kepemimpinan krisis adalah kemampuan manajer senior untuk memberikan visi dan arah selama waktu perubahan dan ketidakpastian.
Kepemimpinan yang efektif selama masa krisis seperti Wali Kota New York Rudy Giuliani memperkuat tekad organisasi untuk bertahan hidup dan menjadi lebih kuat: terguncang, tetapi tegas dan bertekad untuk membentuk masa depan daripada sekadar menyesuaikannya ("Profil dalam Kepemimpinan" 2001).
Elemen dasar komunikasi tidak boleh dipandang sebagai kegiatan yang direncanakan, disampaikan, dan kemudian selesai.
Komunikasi adalah suatu proses untuk mencapai saling pengertian, di mana komunikator dan audiens membuat, membagikan, dan bertukar pemikiran, opini, serta informasi.