KOMPAS.com - Keberadaan Netflix di Indonesia terus menjadi sorotan. Di luar persoalan pajak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) justru menjalin kemitraan dengan Netflix guna mendukung pertumbuhan perfilman Indonesia.
Mendikbud Nadiem mengatakan, kemitraan dengan Netflix berfokus pada pengembangan kemampuan kreatif insan perfilman Indonesia, khususnya menyangkut bidang penulisan kreatif, pelatihan pascaproduksi.
Diberitakan Kompas.com (30/10/2019), Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan masih mencari cara agar bisa mengejar pajak Netflix, perusahaan jasa video on demand tersebut.
Terlebih lagi, menurut Sri Mulyani, perusahaan yang berpusat di Amerika Serikat tersebut memiliki nilai ekonomi yang cukup signifikan.
Hingga saat ini, pemerintah diketahui belum bisa menarik pajak dari Netflix karena belum ada regulasi mengenai pajak dari perusahaan over the top (OTT) yang beroperasi di luar negeri, seperti Netflix dan Spotify. Hal itu sebagaimana diberitakan Kompas.com (16/1/2020).
Dengan demikian, produk yang dijual perusahaan OTT belum dapat dikenai pajak di Indonesia.
Barang berwujud biasanya dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui bea cukai. Sedangkan barang yang dijual perusahaan OTT merupakan konten berjalan lewat internet.
Hal ini membuat Pajak Penghasilan (PPH) juga tidak bisa dikenakan karena belum mempunyai Badan Usata Tetap (BUT) di Indonesia.
Baca juga: Mengenal Netflix, Perusahaan yang Pajaknya Dikejar Sri Mulyani
Lantas, sebenarnya apa Netflix itu?
Netflix memungkinkan penggunanya menonton tayangan favoritnya kapan saja dan di mana saja.
Tidak hanya dapat diakses di telepon seluler (ponsel), pengguna juga dapat mengaksesnya melalui smartTV, tablet, PC, dan laptop.
Film digital yang ditawarkan Netflix beraneka ragam.
Pengguna Netflix tidak akan risih dengan iklan yang muncul karena layanannya akan bersih dari iklan.
Langganan
Untuk menikmati fasilitas yang disediakan, pengguna Netflix harus merogoh kocek untuk membayar langganan setiap bulannya.