Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Karhutla, Pemerintah Diminta Evaluasi Perizinan Sawit

Kompas.com - 18/09/2019, 07:30 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera dan Kalimantan berdampak luas. Salah satunya yakni persoalan kabut asap dan meningkatnya penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di daerah terdampak.

Direktur Walhi Kalimantan Tengah (Kalteng), Dimas N Hartono mengatakan persoalan kebakaran hutan dan lahan setiap tahun selalu terjadi. Namun tidak ada penyelesaian yang menyeluruh.

Saat ini, kondisi kabut asap di Kalteng sudah sangat pekat. Bahkan, Senin (16/9/2019), sejumlah penerbangan terpaksa dibatalkan karena persoalan kabut asap.

"Saat ini jumlah korban ISPA sudah mencapai angka 11 ribuan. Upaya perbaikan gambut kami anggap gagal, karena lokasi yang dilakukan pembasahan ikut terbakar," katanya kepada Kompas.com, Selasa (17/9/2019).

Data yang didapatkannya dari Posko Satgas Karhutla Provinsi Kalimantan Tengah, setidaknya 8.026 hektare lahan yang terbakar. Hal itu terjadi dari awal Januari hingga 15 September 2019.

Dimas menambahkan, saat ini pembukaan lahan perkebunan sawit merupakan akar rusaknya gambut. Mereka membuka kanal-kanal dan mengeringkan gambut dan menjadikan gambut mudah terbakar.

"Kerusakan ini dilakukan sudah lama, sayangnya evaluasi perizinan sawit dan audit lingkungan tidak pernah dilakukan," papar dia.

Selain itu, lemahnya pengawasan menjadikan kontrol di lapangan juga lemah. "Sebagian besar investasi di kalteng berafiliasi dengan asing," pungkasnya.

Baca juga: Soal Karhutla, antara Kelalaian dan Petaka Kabut Asap

Penerbangan Terganggu

Sementara itu, dampak kabut asap juga mengakibatkan sejumlah penerbangan terganggu.

Berdasarkan data yang diperoleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, beberapa layanan bandara di Sumatera dan Kalimantan dibatalkan. 

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B Pramesti mengatakan kabut asap membuat jarak pandang terbatas mengakibatkan pembatalan penerbangan.

“Dengan kondisi saat ini, kami akan terus berkoordinasi melalui dengan Otoritas Bandar Udara (OBU), operator penerbangan, AirNav Indonesia, Maskapai dan stakeholder terkait agar semua tim dapat tetap memperhatikan keselamatan penerbangan,” ujarnya seperti dalam rilis yang diterima Kompas.com, Senin (16/9/2019).

Polana mengimbau kepada seluruh operator penerbangan agar dapat siap siaga dan memberikan rekomendasi yang tepat karena keselamatan adalah no go item atau persyaratan komponen layak dan laik.

Berikut beberapa bandara di Kalimantan yang mengalami penutupan akibat sebaran kabut asap pekat pada Senin (16/9/2019):

Baca juga: Soal Karhutla, Lebih 300 Hektare Hutan dan Lahan di Kalimantan dan Sumatera yang Terbakar

Kalimantan Barat

Bandara Internasional Supadio: bandara ini ditutup sesuai dengan terbitnya Notive to Airmen (NOTAM) dengan nomor B4666/19 NOTAMMR B4660/19 dengan jarak pandang terbatas (visibility) 400 meter.

Bandar Udara Pangsuma, Putussibau: ditutup sesuai NOTAM NO C8446/19 NOTAMN dengan jarak pandang 3000 meter.

Kalimantan Timur

  • Bandara Kalimarau Berau: ditutup sesuai  NOTAM No C8456/19/ NOTAMR C8444/19 dengan jarak pandang 400 meter.
  • Bandara A.P T Pranoto Samarinda: ditutup sesuai No C8445/19 NOTAMN dengan jarak pandang 3000 meter.

Kalimantan Tengah

  • Bandar Udara H Asan Sampit: ditutup NOTAM NO C8449/19 NOTAMN dengan jarak pandang 800 meter.
  • Bandar Udara Tjilik Riwut Palangkaraya: sesuai NOTAM NO C8454/19 NOTAMN C8436 /19 dengan jarak pandang 500 meter.

Baca juga: Kapolri: Copot Kapolda yang Gagal Tangkap Pelaku Karhutla

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com