Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syafbrani ZA
Penulis dan Konsultan Publikasi

Penulis Buku diantaranya UN, The End..., Suara Guru Suara Tuhan, Bergiat pada Education Analyst Society (EDANS)

Menyehatkan Ibu, Menyelamatkan Anak

Kompas.com - 22/12/2023, 12:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SECARA teoritis, kita semua sudah sepakat bahwa upaya membangun Sumber Daya Manusia yang tangguh dimulai sejak usia dini. Lebih dari itu adalah dimulai ketika mereka masih ‘berteman’ dengan ari-arinya.

Artinya apa? Keluarga yang di antaranya sang ibu sangat berperan untuk menciptakan takdir-takdir anak ketika kelak berkelana di muka bumi.

Namun, teorema tersebut tidak seindah fakta ada. Masih banyak agenda dalam rangka menyehatkan kaum ibu yang harus dan terus dipenuhi.

Termasuk agenda-agenda para capres-cawapres yang kelak akan terpilih untuk memimpin bangsa ini. Jangan kemudian, persoalan ibu — dan perempuan pada umumnya hanya menjadi jargon-jargon semata. Apalagi pada masa-masa kampanye ini.

Kaum ibu haruslah ditempatkan pada posisi mulia. Selain nilai-nilai keagamaan yang mengajarkan demikian, dalam kehidupan bermasyarakat kita sudah mafhum bahwa ibu adalah sumber bagi kehidupan anak-anaknya.

Bahkan di tengah gejolak ekonomi yang semakin sengit, tidak sedikit para Ibu harus menjadi sumber kehidupan bagi keluarganya.

Oleh karena itu, negara harus bergegas untuk memperbaiki beberapa kondisi yang menunjukkan betapa kita sedang mengalami krisis sumber-sumber kehidupan itu.

Misalkan, melihat sisi kesehatannya. Merujuk pada kondisi stunting di Indonesia yang masih tinggi, tentu ada fakta yang tidak bisa ditutupi terkait asupan gizi ibu ketika anaknya masih dalam kandungan.

Ada juga kasus pernikahan dini yang menurut catatan Badan Peradilan Agama setidaknya pada tahun 2022 terdapat 50.000-an permohonan dispensasi nikah.

Fenomena perkawinan anak tidak bisa dianggap hal biasa. Setelah menikah mereka akan segera memasuki fase menjadi seorang ibu. Siapa kelak yang akan bertanggung jawab atas kesehatannya?

Tidak terbatas kesehatan fisik, namun juga kesiapan mentalnya ketika hidup bersama pasangan serta mengasuh anak-anaknya.

Agaknya perlu penguatan yang utuh agar Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (STRANAS PPA) yang hanya berani membuat target penurunan angka perkawinan anak menjadi 8,74 persen pada 2024 nanti tidak hanya tercapai, namun juga bisa mengawal agar jumlah yang delapan persenan itu bisa hidup dengan sehat jiwa dan raga.

Statistik Kriminal 2023 yang dirilis BPS juga masih menunjukkan angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia masih terbilang tinggi, yakni 5.526 kasus per tahun.

Bahkan, dari tabulasi sistem informasi Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (Kemen PPA) menunjukkan kasus kekerasan yang menimpa perempuan sangat banyak atau hampir 60 persen terjadi dalam rumah tangga.

Hasil lembaga riset No Limit Indonesia pada 2021, mencatat ada sekitar 18 persen ibu rumah tangga yang terjerat pinjaman online ilegal.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com