Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Matematika dan Olahraga

Kompas.com - 01/03/2023, 10:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA hakikatnya olahraga sama dengan musik dalam hal kemelekatan dengan matematika, seperti tersurat pada naskah berjudul “Baca juga: Matematika dan Musik”. Tanpa matematika mustahil ada musik sama dengan tanpa matematika mustahil ada olahraga meski tanpa musik dan/atau olahraga tetap bisa ada matematika.

Apalagi olahraga yang bukan sekedar rekreasi karena dianggap sebagai prestasi untuk dipertandingkan, jelas mustahil dilakukan tanpa matematika. Misalnya olahraga cabang lari di samping secara aritmetika harus diukur tentang siapa lebih cepat berlari juga secara hitungan jarak terbagi menjadi lari seratus meter atau maraton yang terbagi secara matematis menjadi beberapa K.

Bahkan lari gawang juga menggunakan gawang-gawang dengan ukuran matematis yang sama tinggi dan sama lebar. Siapa juara lempar lembing jelas wajib ditentukan secara matematis tentang siapa paling jauh melemparnya ke arah yang sama.

Baca juga: 5 Olahraga untuk Mengatasi Kolesterol Tinggi yang Efektif

Bentuk benda yang dilempar pada olahraga lempar cakram juga harus memiliki bentuk geometris yang sama kemudian secara aritmetika diukur seberapa jauh dilempar meski kerap melenceng arah. Olahraga berjalan kaki demi kesehatan diri sendiri juga dihitung berapa menit lamanya serta berapa kalori digunakan untuk melakukan olahraga jalan kaki pada jarak tertentu.

Dalam pertandingan olahraga adu jotos alias tinju di samping yang KO kalah juga apabila tidak ada yang kalah harus ditentukan secara angka berdasar hitungan para juri yang jelas masing-masing lebih subyektif ketimbang obyektif. Pada hakikatnya pertandingan olahraga estetis seperti senam atau loncat indah memang tidak obyektif sebab diserahkan kepada selera para juri untuk menilai padahal mustahil ada selera juri yang sama satu dengan lain-lainnya.

Olahraga personal adu frontal seperti tenis meja, bulutangkis, tenis masing-masing punya cara matematis untuk menghitungnya.

Sampai sekarang saya masih tidak pernah jelas mengenai jawaban atas pertanyaan kenapa pada pertandingan tenis mendadak angka 40 muncul padahal seharusnya 45. Angka 45 juga menjadi penting bagi pertandingan sepakbola yang secara durasi terbagi menjadi dua bagian yang masing-masing berdurasi 45 menit berdasar hitungan waktu sang wasit yang kerap tidak cocok dengan hitungan waktu para pemain apalagi penonton.

Maka angka 45 sempat menjadi inti pertanyaan teka-teki matematis tentang kenapa durasi setiap babak harus 45 menit. Jawaban ternyata matematis karena jumlah bola yang ada di lapang sepakbola tatkala dipertandingkan memang total = 45, yang berasal dari satu bola yang diperebutkan oleh 22 lelaki yang masing-masing secara biologis lazimnya membawa 2 bola alami maka 22 X 2 = 44 yang apabila ditambah satu bola yang diperebutkan untuk ditendang dan disundul maka total adalah 44+1=45.

Bahkan mereka yang tidak aktif di lapangan untuk menendang bola seperti para pejudi sepak bola mustahil bisa lepas dari matematika dalam melakukan perjudian mereka baik secara legal maupun illegal. Karena menghitung uang yang dipertaruhkan mustahil dilakukan tanpa matematika.

Memang segenap fakta bersuasana matematis itu secara sulit terbantahkan pada hakikatnya merupakan bukti bahwa pada kenyataan memang olahraga mustahil bisa lepas dari matematika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com