KOMPAS.com - Mbah Priok atau yang bernama asli Habib Hassan Al Haddad adalah penyebar Islam di Jakarta Utara, khususnya Koja, Tanjung Priok, pada abad ke-18.
Mbah Priok wafat pada 1765, konon karena kapalnya terkena badai di laut utara Jakarta.
Jasadnya kemudian dimakamkan di Jalan Jampea No. 6, Koja, Jakarta Utara.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 2010, terjadi peristiwa berdarah di sekitar makam Mbah Priok. Peristiwa itu dikenal sebagai Tragedi Mbah Priok atau Tragedi Makam Mbah Priok.
Makam Mbah Priok menjadi tempat yang banyak dikunjungi oleh warga sebagai bentuk hormat mereka kepada almarhum.
Bagaimana kronologi tragedi Mbah Priok?
Baca juga: Kerusuhan Priok: Latar Belakang, Kronologi, dan Dampak
Penyebab terjadinya Tragedi Mbah Priok adalah permasalahan sengketa tanah.
Pada 14 April 2010, terjadi bentrok antara warga dan petugas keamanan dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) beserta aparat TNI dan Polri yang disebabkan oleh sengketa tanah.
Lokasi makam Mbah Priok ternyata juga masih termasuk dalam perumahan milik warga.
Makam Mbah Priok pun bisa dibilang keramat dan sangat dijaga oleh penduduk di Koja.
Namun, meskipun dikeramatkan, tempat ini tidak masuk dalam daftar situs sejarah yang diakui oleh DKI Jakarta.
Bahkan, tanah tempat makam Mbah Priok, diklaim oleh PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II).
Mengetahui hal ini, ahli waris Mbah Priok tidak terima dan menggugat mereka pada 2010. Namun, ahli waris Mbah Priok kalah dalam persidangan.
Kontroversi kemudian berlanjut tentang keberadaan kerangka Mbah Priok.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, memastikan jasad Mbah Priok sudah dipindahkan ke TPU Budidharma, Bogor, Jawa Barat, sejak 1997.