Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pepera 1969 dan Kontroversinya

Kompas.com - 31/07/2021, 10:30 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Sumber

KOMPAS.com - Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) adalah pemilihan umum yang diadakan pada 14 Juli hingga 2 Agustus 1969.

Tujuan Pepera yaitu untuk menentukan status daerah bagian Papua Barat, apakah akan dimiliki Indonesia atau Belanda. 

Berdasarkan hasil Pepera, sebanyak 1.025 laki-laki dan perempuan yang diseleksi militer Indonesia secara aklamasi memilih bergabung dengan Indonesia. 

Hasil tersebut kemudian diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Sidang Majelis Umum PBB. 

Atas anjuran PBB, pemerintah harus melaksanakan Pepera setelah penyerahan wilayah Irian Barat. Tindakan tersebut dilakukan untuk memberi kesempatan kepada Irian Barat menentukan nasib sendiri.

Baca juga: Kerusuhan Lampung 2012: Latar Belakang, Kronologi, dan Dampak

Latar Belakang

Diberlakukannya Pepera 1969 diawali dengan adanya konflik mengenai status Papua Barat yang akan dimiliki oleh Indonesia atau Belanda. 

Pepera 1969 menjadi salah satu bagian dari perjanjian New York. 

Perjanjian New York diprakarsai oleh Amerika Serikat tahun 1962 untuk pemindahan kekuasaan atas Papua Barat dari Belanda kepada Indonesia. 

Pepera 1969 kemudian dicetus untuk mengetahui suara rakyat Papua Barat, apakah mereka ingin bergabung dengan Indonesia atau tidak. 

Baca juga: Konflik Ambon 2001: Latar Belakang, Dampak, dan Penyelesaian

Proses

Menurut pasal 17 perjanjian New York, pemungutan suara baru dapat dilakukan satu tahun setelah putusan PBB Fernando Ortiz-Sanz, Duta Besar Bolivia. 

Fernando baru tiba di Papua Barat pada 22 Agustus 1968. 

Satu tahun kemudian, 1969, Pepera dilakukan.

Dalam perjanjian New York ditegaskan bahwa semua laki-laki atau perempuan di Papua yang bukan warga negara asing memiliki hak memilih dalam Pepera. 

Jenderal Sarwo Edhi Wibowo memilih 1.025 laki-laki dan perempuan dari 800.000 penduduk untuk mewakili suara rakyat Papua Barat. 

Mereka diminta memilih dengan mengangkat tangan atau membaca kalimat yang sudah disiapkan di hadapan pengamat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com