KOMPAS.com - Bahasa Bagongan adalah bahasa khusus istana yang dikembangkan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan Mataram.
Tujuannya untuk menghilangkan kesenjangan antara para pejabat istana dengan abdi dalem (pelayan raja) lainnya.
Bahasa Bagongan ini kurang menonjolkan hierarki seperti pada bahasa Jawa umumnya, yang secara garis besar dibagi menjadi ngoko (tingkat rendah), ngoko halus, krama, dan krama inggil (paling halus).
Tingkatan-tingkatan yang telah disebutkan ini merupakan garis besarnya saja, aslinya tingkatannya jauh lebih banyak.
Dalam situasi normal, seseorang yang dari tingkatan rendah (entah berusia lebih muda atau secara jabatan lebih rendah) akan menggunakan bahasa krama inggil kepada seseorang dari tingkatan tinggi (entah berusia lebih tua atau memangku jabatan yang lebih tinggi), dan seseorang dari tingkatan lebih tinggi ini akan membalas menggunakan bahasa ngoko kepada seseorang yang memiliki tingkatan rendah tersebut.
Misalnya seseorang yang berasal dari tingkatan rendah akan menggunakan kula sementara seseorang yang berasal dari tingkatan tinggi akan menggunakan aku.
Namun dalam bahasa Bagongan, baik seseorang yang berasal dari tingkatan tinggi maupun rendah akan sama-sama menggunakan kata manira.
Bahasa Bagongan ini memang tidak begitu dikenal oleh orang Jawa, kebanyakan karena boleh dibilang bahasa ini merupakan bahasa khusus istana atau keraton.
Sebagai pewaris keagungan dan kebudayaan Kesultanan Mataram, baik Keraton Surakarta atau Solo dan Keraton Yogyakarta mengembangkan bahasa Bagongan di dalam keraton, dan dalam lingkup keraton Surakarta, bahasa ini disebut Bahasa Kedhaton.
Bahasa ini belum bisa dikatakan punah karena masih dilestarikan dalam lingkungan keraton, kendati memang penuturnya sedikit sekali, bukan bahasa ibu atau bahasa asli orang Jawa mana pun, dan hanya diucapkan di istana atau keraton.
Bahasa Bagongan ini menyerap beberapa kosakata bahasa Jawa kuna yang sudah sangat jarang dipakai atau diketahui oleh orang-orang Jawa kebanyakan.
Selain itu, kata-kata dalam bahasa Sanskerta atau bahasa Jawa krama inggil yang sudah halus kemudian mengalami sedikit modifikasi, yang dikenal dalam ilmu linguistik sebagai fenomena hiperkoreksi.
Baca juga: Mengenal Ukara Lamba Basa Jawa
Berikut beberapa kosakata bahasa Bagongan beserta artinya:
Karena bahasa Bagongan atau bahasa Kedhaton ini menyimpan banyak kosakata dari bahasa Jawa kuna, tidak mengherankan kita dapat menemukan kata-kata ini dalam dialek bahasa Jawa lainnya.
Bebasan Banten (bahasa Jawa Banten halus), bebasan Cirebon (bahasa Jawa Cirebon halus), dan Bebaso Palembang (bahasa Palembang halus) juga menggunakan beberapa kosakata yang juga ditemui dalam bahasa Bagongan atau bahasa Kedhaton, seperti puniki, besaos, dan sebagainya.
Meski sifatnya egaliter, tetap ada batasannya. Komunikasi bawahan dengan raja (Sultan atau Sunan) dan putra mahkota (Pangeran Adipati Anom) tetap menggunakan bahasa Jawa krama inggil.
Berikut contoh kalimat dalam bahasa Bagongan:
Baca juga: Unggah-Ungguh Bahasa Jawa
Referensi: