Oleh: Rina Kastori, Guru SMPN 7 Muaro Jambi, Provinsi Jambi
KOMPAS.com - Berkembangnya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia, tak terlepas dari peran VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie), yakni kongsi dagang milik Belanda.
Setelah kegagalan VOC, Indonesia mengalami beberapa pemerintahan, yaitu masa Herman Willem Daendels dan Thomas Stamford Raffles.
Berikut penjelasannya:
Pedagang Indonesia mengalami kerugian, terutama setelah didirikannya VOC pada 1602. Kongsi dagang itu didirikan untuk mengintensifkan perdagangan di Indonesia, serta menghindari persaingan tidak sehat di antara para pedagang Belanda.
Oleh Pemerintah Belanda, VOC diberikan beberapa hak istimewa yang disebut Hak Octroi, yaitu:
Baca juga: VOC pada Masa Penjajahan Belanda di Indonesia
Untuk mempertahankan monopoli perdagangannya, VOC meningkatkan kekuatan militer dengan membangun benteng pertahanan di Ambon, Malaka (setelah direbut dari Portugis), dan Jayakarta (yang pada 1619 diubah namanya menjadi Batavia).
Batavia ini menjadi pelabuhan penting alternatif dari Maluku dan Malaka. Kota ini juga menjadi pusat operasional VOC atas seluruh Indonesia.
Meski sempat mengalami masa kejayaan, VOC akhirnya mengalami kemunduran. Beberapa faktor pendorong mundurnya VOC adalah:
Pada 1799, organisasi yang sudah banyak memberi keuntungan besar bagi Belanda, dan menimbulkan banyak korban di Indonesia, secara resmi dibubarkan.
Pada 1808, Herman Willem Daendels diangkat menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia, untuk mempertahankan Pulau Jawa dari Perancis.
Baca juga: Upaya Daendels dalam Mempertahankan Pulau Jawa
Pada masa pemerintahannya, dibangun Jalan Raya Pos (Grote Postweg) dari Anyer sampai Panarukan, dengan memaksa penguasa di Jawa untuk mengerahkan rakyat bekerja dalam proyek tersebut.
Kerja paksa yang sudah dijalankan oleh VOC tersebut kemudian diteruskan Daendels. Untuk membiayai proyek tersebut, rakyat dibebani pajak tertentu yang cukup besar.
Dengan demikian, sistem wajib penyerahan model VOC diteruskan oleh Daendels. Tanah milik rakyat yang produktif dijual kepada orang Belanda, China, dan Arab.
Dari cara itu, Daendels memperoleh uang untuk mempertahankan politiknya di Jawa, serta membangun pasukan sebesar 18 ribu orang (sebagian besar pribumi), benteng pertahanan, dan jaringan logistik lainnya