Oleh: Inayah Hidayati
ARUS besar pengungsi Rohingya ke beberapa negara tetangga, termasuk Indonesia, telah menimbulkan krisis kemanusiaan yang signifikan.
Di Bangladesh, di mana kamp-kamp pengungsi terpusat, tantangan muncul dalam menyediakan kebutuhan dasar, perawatan kesehatan, dan pendidikan.
Baca juga: Migrasi Pengungsi: Memahami Tantangan dan Implikasi
Kesulitan ini menegaskan kebutuhan mendesak akan kerjasama dan dukungan internasional, sejalan dengan prinsip-prinsip yang diuraikan dalam Global Compact of Migration (GCM).
Pemindahan pengungsi Rohingya tidak hanya menyebabkan krisis kemanusiaan, tetapi juga menimbulkan tantangan pembangunan di komunitas tuan rumah penampung.
Konsentrasi Rohingya yang tidak terdaftar di area tertentu, seperti Cox's Bazar - Bangladesh, telah membebani sumber daya dan infrastruktur lokal.
Konsentrasi ini menimbulkan kekhawatiran tentang mata pencaharian yang berkelanjutan bagi pengungsi dan komunitas lokal, menekankan perlunya strategi pembangunan komprehensif yang diuraikan dalam GCM.
Krisis Rohingya secara inheren terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia, karena para pengungsi melarikan diri dari kekejaman sistematis negara di Myanmar.
Proses repatriasi sukarela dan penolakan terhadap integrasi di negara tujuan menimbulkan kekhawatiran tentang perlindungan hak-hak populasi yang terdislokasi.
Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang ditekankan dalam GCM, memperkuat pentingnya menjaga martabat dan hak-hak manusia sepanjang proses migrasi.
Interaksi antara pengungsi Rohingya dan komunitas lokal telah menimbulkan ketegangan budaya dan sosial, stigmatisasi, dan respons keagamaan.
Baca juga: Teknologi Ramah Lingkungan Pasok Air Minum untuk Pengungsi Rohingya
Mengatasi masalah-masalah kompleks ini memerlukan pendekatan yang relevan secara budaya, sejalan dengan penekanan GCM pada promosi kohesi sosial dan penghapusan diskriminasi terhadap migran.
Di Aceh, persoalan interaksi antara pengungsi Rohingya dengan komunitas lokal telah menjadi titik fokus perhatian (Chowdhury et al., 2021).
Pendekatan kebijaksanaan lokal seharusnya dapat digunakan sebagai solusi untuk mengurangi dampak negatif keberadaan pengungsi Rohingya di Aceh (Yulia & Mukhlis, 2022).
Salah satunya adalah kesepakatan bahwa Indonesia setuju menempatkan pengungsi Rohingya di Aceh selama satu tahun di bawah pengawasan UNHCR (Ubaedillah et al., 2022).