Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Kompleksitas Krisis Pengungsi Rohingya

Kompas.com - 05/01/2024, 20:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Inayah Hidayati

ARUS besar pengungsi Rohingya ke beberapa negara tetangga, termasuk Indonesia, telah menimbulkan krisis kemanusiaan yang signifikan.

Di Bangladesh, di mana kamp-kamp pengungsi terpusat, tantangan muncul dalam menyediakan kebutuhan dasar, perawatan kesehatan, dan pendidikan.

Baca juga: Migrasi Pengungsi: Memahami Tantangan dan Implikasi

Kesulitan ini menegaskan kebutuhan mendesak akan kerjasama dan dukungan internasional, sejalan dengan prinsip-prinsip yang diuraikan dalam Global Compact of Migration (GCM).

Pemindahan pengungsi Rohingya tidak hanya menyebabkan krisis kemanusiaan, tetapi juga menimbulkan tantangan pembangunan di komunitas tuan rumah penampung.

Konsentrasi Rohingya yang tidak terdaftar di area tertentu, seperti Cox's Bazar - Bangladesh, telah membebani sumber daya dan infrastruktur lokal.

Konsentrasi ini menimbulkan kekhawatiran tentang mata pencaharian yang berkelanjutan bagi pengungsi dan komunitas lokal, menekankan perlunya strategi pembangunan komprehensif yang diuraikan dalam GCM.

Krisis Rohingya secara inheren terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia, karena para pengungsi melarikan diri dari kekejaman sistematis negara di Myanmar.

Proses repatriasi sukarela dan penolakan terhadap integrasi di negara tujuan menimbulkan kekhawatiran tentang perlindungan hak-hak populasi yang terdislokasi.

Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang ditekankan dalam GCM, memperkuat pentingnya menjaga martabat dan hak-hak manusia sepanjang proses migrasi.

Pengungsi dan komunitas lokal

Interaksi antara pengungsi Rohingya dan komunitas lokal telah menimbulkan ketegangan budaya dan sosial, stigmatisasi, dan respons keagamaan.

Baca juga: Teknologi Ramah Lingkungan Pasok Air Minum untuk Pengungsi Rohingya

Mengatasi masalah-masalah kompleks ini memerlukan pendekatan yang relevan secara budaya, sejalan dengan penekanan GCM pada promosi kohesi sosial dan penghapusan diskriminasi terhadap migran.

Di Aceh, persoalan interaksi antara pengungsi Rohingya dengan komunitas lokal telah menjadi titik fokus perhatian (Chowdhury et al., 2021).

Pendekatan kebijaksanaan lokal seharusnya dapat digunakan sebagai solusi untuk mengurangi dampak negatif keberadaan pengungsi Rohingya di Aceh (Yulia & Mukhlis, 2022).

Salah satunya adalah kesepakatan bahwa Indonesia setuju menempatkan pengungsi Rohingya di Aceh selama satu tahun di bawah pengawasan UNHCR (Ubaedillah et al., 2022).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com