Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/10/2022, 13:00 WIB
The Conversation,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Oleh: David R. Montgomery

ADA lebih banyak hal mengenai pasir pantai yang belum kita tahu. Hal ini menawarkan cerita tentang tanah dan perjalanan epik ke laut. Ini karena gunung mengakhiri hidupnya sebagai pasir di pantai.

Seiring waktu, gunung-gunung akan terkikis. Lumpur, pasir, kerikil, dan batu-batu besar yang mereka tumpahkan terbawa arus dan kemudian bersatu membentuk sungai. Saat mereka mengalir ke laut, semua sedimen ini ditumbuk dan tertimbun dalam versi alami dari gelas batu.

Batu-batu besar pecah menjadi potongan-potongan kecil, sehingga sebagian besar yang mencapai laut adalah lumpur. Partikel lumpur dan tanah liat ini terlalu kecil untuk dilihat hanya dengan mata. Namun, kamu dapat melihat butiran-butiran pasir yang hanya merupakan bongkahan batu yang lebih besar.

Jika setelah ini kamu pergi ke pantai, cobalah untuk mengambil segenggam pasir dan perhatikan baik-baik. Apakah semua butir memiliki warna yang sama atau warna pelangi? Apakah mereka bergerigi dan bersudut atau halus dan bulat?

Baca juga: Permintaan Pasir Global Naik 45 Persen di Tahun 2060, Berpotensi Rusak Lingkungan

Warna pasir dapat berbeda karena mereka berasal dari mineral yang juga berbeda, seperti warna khaki feldspar, kuarsa putih berasap, olivin hijau, atau basal hitam. Perpaduan warna di pasir pantai menunjukkan jenis batuan yang menghasilkannya.

Bentuk butiran pasir juga memberikan petunjuk tentang asalnya. Butir-butir bersudut dari jenis pasir yang sama belum melewati perjalanan sejauh butir-butir bulat yang halus. Di sisi lain, batuan yang lemah lebih cepat terurai menjadi lumpur daripada batuan keras, sehingga pasir cenderung terbuat dari jenis yang lebih keras yang terurai perlahan.

Sekitar sepersepuluh suplai sedimen yang sampai ke laut adalah pasir. Partikel-partikel ini berukuran antara sekitar setengah milimeter dan 2 milimeter – kira-kira setebal satu koin. Partikel-partikel ini cukup besar sehingga tidak mengalir langsung ke laut dalam.

Namun, pantai hanyalah perhentian sementara untuk pasir. Gelombang besar menariknya ke lepas pantai, dan gelombang yang lebih kecil mendorongnya ke sepanjang pantai. Oleh karena itu, menjaga pantai yang kaya akan pasir sangatlah penting untuk menjaganya tetap berpasir.

Namun, banyak pantai kekurangan pasir saat ini. Banyak bendungan menjebak pasir yang mengalir di sungai dan menumpuknya di waduk. Secara keseluruhan, aktivitas manusia telah memotong sekitar setengah jumlah pasir yang seharusnya berakhir di pantai-pantai di seluruh dunia.

Baca juga: Pasir Pantai Tak Hanya Putih tapi Ada Pink, Hijau dan Hitam, Apa Penyebabnya?

Karena manusia tidak dapat menghentikan ombak, pasir pantai tersapu bersih dan tidak terisi kembali. Akibatnya, garis pantai menjadi terkikis. Itu artinya banyak pantai di dunia yang menyusut secara perlahan tapi pasti.

Jadi, ketika nanti kamu menggali pasir pantai, coba pikirkan tentang perjalanan epik yang diperlukan sehingga pasir dapat berada di bawah kakimu. Luangkanlah waktu sejenak untuk memikirkan dari mana pasir itu berasal dan ke mana perginya.

David R. Montgomery

Professor of Earth and Space Sciences, University of Washington

Artikel ini tayang di Kompas.com berkat kerja sama dengan The Conversation Indonesia. Tulisan di atas diambil dari artikel asli berjudul "Curious Kids: Dari mana pasir pantai berasal?". Isi di luar tanggung jawab Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com