KOMPAS.com - Stunting masih menjadi salah satu masalah gizi di Indonesia yang harus segera ditangani dengan tepat.
Pasalnya, masalah stunting bisa berdampak buruk pada kualitas generasi penerus bangsa.
Melansir laman Kemenkes RI, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan tumbuh kembang pada anak, yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Selain itu, infeksi berulang dan kurangnya stimulasi psikososial pada seribu hari pertama juga meningkatkan risiko stunting.
Baca juga: Stunting pada Anak, Ketahui Dampak, Ciri, Penyebab, dan Cara Mencegahnya
Dalam pemberitaan Kompas.com edisi Selasa (27/7/2022), Penata Kependudukan dan Keluarga Berencana Ahli Muda pada Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak, Muslicha, S.Sos, M.Si mengatakan, ciri anak stunting adalah pendek dan kurang perkembangan kognitif.
Meski demikian, bukan berarti semua anak pendek mengalami stunting.
Tubuh pendek pada anak stunting terjadi lantaran mengalami kekurangan gizi menahun, sehingga ia tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seumurnya.
Selain pendek dan kemampuan berpikirnya cenderung di bawah rata-rata anak sebayanya, anak stunting biasanya juga lebih mudah sakit.
Stunting adalah kondisi berbahaya, karena bisa menimbulkan gangguan fungsi tubuh yang permanen hingga anak dewasa.
Anak stunting bisa mengalami gangguan gizi, yang bisa berpengaruh terhadap perkembangan otak, fisik dan organ-organ metaboliknya.
Ketika perkembangan otak anak tidak optimal, maka tentu akan memengaruhi kemampuan kognitif anak dan pertumbuhan badannya yang cenderung pendek.
Anak dengan stunting juga berisiko mengalami hipertensi, obesitas, sakit jantung dan lain sebagainya.
Bukan hanya masalah kesehatan fisik, stunting juga berdampak pada psikologis anak, mulai dari emosi, kemampuan bersosialisasi, hingga masalah motorik.
Berdasarkan studi UNICEF Indonesia tahun 2012, anak yang stunting cenderung memiliki prestasi Pendidikan yang buruk dibandingkan anak yang tidak stunting.
Akibatnya, banyak anak stunting yang putus sekolah karena kemampuan berpikirnya yang kurang.
Baca juga: Kehamilan Tak Direncanakan di Indonesia Naik 40 Persen, Berisiko Tingkatkan Stunting
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.