Oleh: Tries Blandine Razak
EKOSISTEM terumbu karang Indonesia saat ini tak seperti yang selalu digembar-gemborkan, yakni terindah dan terluas di dunia. Di banyak lokasi, kerusakan terjadi begitu hebat hingga membuat ekosistem ini tampak seperti kuburan bawah laut – tanpa warna, sepi, kelam, dan mencekam.
Laporan Status Kesehatan Terumbu Karang tahun 2019 yang dirilis oleh Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan hanya 6.4% saja, dari 1153 terumbu yang disurvey, masih dalam kategori bagus sekali – alias memiliki tutupan karang hidup lebih dari 75%. Mayoritas terumbu (71%) justru hanya memiliki tutupan karang hidup kurang dari 50%.
Guna memperbaiki keadaan tersebut, banyak pihak melirik proyek restorasi terumbu karang sebagai ajang unjuk komitmen pelestarian laut.
Penelitian terbaru saya bersama tim yang terbit di jurnal Marine Policy menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kegiatan restorasi terumbu karang terbanyak di dunia. Totalnya ada 533 proyek yang tersebar di 29 provinsi selama 30 tahun terakhir (1990-2020).
Baca juga: Studi: Lumba-lumba Gunakan Terumbu Karang untuk Obati Penyakit Kulit
Ratusan kegiatan ini telah menenggelamkan sekitar 120 ribu unit terumbu buatan dan 53 ribu rak transplantasi karang. Ada sekitar 1 juta potongan karang transplantasi yang ditempelkan pada unit-unit tersebut.
Sebagian besar (205 kegiatan) restorasi terumbu karang merupakan inisiatif pemerintah. Sementara sisanya merupakan bagian dari kegiatan perusahaan, universitas, dan lembaga swadaya masyarakat. Hampir semua kegiatan melibatkan masyarakat setempat.
Saya mengamati banyak penggagas kegiatan restorasi amat bangga dengan angka yang besar tersebut. Namun, di balik kebanggaan itu, studi kami justru menemukan ada tahapan vital yang justru terlupakan dalam ratusan proyek restorasi: monitoring atau pemantauan ulang.
Melalui studi berbasis telaah ekstensif hasil riset dan pencarian media, saya dan tim menemukan pemonitoran hanya berjalan di 85 dari total 533 proyek (16%). Sisanya merupakan kegiatan one-offs alias sekali jalan.
Tanpa pemantauan ulang, bagaimana kita bisa menakar kesuksesan program restorasi?
Saya mendapati di sejumlah perairan, sejumlah beton terumbu ini teronggok begitu saja di dasar laut, tanpa dihampiri larva-larva karang. Ada juga beton yang hancur berantakan karena material beton dan besi yang tak berkualitas. Kondisi tersebut akhirnya justru menambah suram penampilan kuburan-kuburan karang di bawah laut.
Upaya restorasi terumbu karang biasanya dilakukan dengan metode restorasi aktif. Caranya dengan menenggelamkan terumbu buatan (biasanya dari beton atau pipa-pipa baja berstruktur) dengan ragam bentuk tiga dimensi (3D) yang menyerupai ekosistem aslinya.
Setelah terumbu tenggelam, praktisi restorasi umumnya menempelkan potongan-potongan cabang karang sehat. Teknik ini disebut juga transplantasi karang.