Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Kaitkan Dampak Perubahan Iklim dengan Wabah DBD di Singapura

Kompas.com - 10/06/2022, 09:01 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Sumber CNN

KOMPAS.com - Singapura mengumumkan bahwa saat ini negaranya sedang menghadapi situasi "darurat" terkait demam berdarah dengue (DBD), yang melonjak.

Pihaknya mencatat ada lebih dari 11.000 kasus DBD, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 dengan total 5.258 kasus.

"(Kasus DBD) dipastikan akan meningkat lebih cepat. Ini adalah fase darurat yang harus kita tangani sekarang," ujar Menteri Dalam Negeri Singapura Desmond Tan seperti dilansir dari CNN, Selasa (7/6/2022).

Baca juga: Dengue Shock Syndrome, Komplikasi DBD yang Bisa Menyebabkan Kematian

Menurut peneliti senior di Duke-NUS Medical School Ruklanthi de Alwis, faktor cuaca hangat, hujan, dan lembap baru-baru ini dinilai menjadi penyumbang lonjakan kasus.

Dia juga menyoroti perubahan iklim global, yang berpotensi menyebabkan peningkatan kasus DBD di Singapura.

"Studi pemodelan prediktif sebelumnya telah menunjukkan bahwa pemanasan global akibat perubahan iklim pada akhirnya akan memperluas wilayah geografis (di mana nyamuk berkembang biak) serta durasi musim penularan demam berdarah," papar de Alwis.

Sementara itu, Badan Meteorologi Singapura menyampaikan suhu di negaranya meningkat dua kali lebih cepat dari wilayah lainnya. Di bulan Mei 2022 lalu, suhu di Singapura mencapai rekor tertinggi hingga 36,7 derajat Celcius.

Suhu harian maksimum diprediksi bakal mencapai 37 derajat Celcius di tahun 2100, jika emisi karbon terus meningkat.

"(Selama) 10 tahun terakhir (cuaca Singapura) sangat hangat. Sekarang kami mengalami sekitar 12 hari lebih hangat dan 12 malam yang lebih hangat (dibandingkan dengan) 50 tahun yang lalu," terang ilmuwan cuaca dan iklim dari Singapore University of Social Sciences, Koh Tieh Yong.

Di sisi lain, ilmuwan iklim Winston Chow dari College of Integrative Studies di Singapore Management University, menuturkan bahwa tren cuaca panas berkepanjangan serta hujan deras yang terjadi berisiko memperparah DBD di Singapura.

"Kita tidak akan dapat memberantas demam berdarah (karena) cuaca ekstrem yang konstan menciptakan kondisi perkembangbiakan yang sempurna bagi nyamuk," ucap Chow.

Singapura, lanjut dia, sebenarnya memiliki infrastruktur perawatan kesehatan yang sangat baik dan kebijakan untuk mengurangi risiko demam berdarah.

Negara ini telah menghabiskan puluhan juta dolar setiap tahun untuk menekan populasi nyamuk, melalui pengasapan atau fogging, kampanye kesadaran publik, hingga eksperimen dengan nyamuk di laboratorium.

Meski begitu, pemerintah Singapura terus melaporkan peningkatan infeksi demam berdarah dan perkembangbiakan nyamuk.

"Perubahan kondisi lingkungan memperbesar tingkat perkembangbiakan nyamuk, kecuali keadaan darurat iklim membaik, (dampaknya) akan menjadi lebih sulit untuk menghilangkan risiko demam berdarah," imbuhnya.

Baca juga: Waspadai DBD pada Anak, Ketahui Penyebab, Gejala, dan Cara Mencegahnya

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com